31 May 2009

31 Mei : Hari Anti Rokok Sedunia


Pernyataan Pers

PERNYATAAN MAJLIS SAKOBERE
MENYAMBUT HARI ANTI ROKOK SEDUNIA,
31 MEI 2009


Dalam rangka menyambut Hari Anti Rokok Sedunia, tanggal 31 Mei 2009, kami Majlis SAKOBERE menyatakan :
  1. Mendesak agar Pemerintah Kabupaten Kebumen menerapkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
  2. Mendesak agar Pemerintah Kabupaten Kebumen menurunkan iklan rokok berkedok iklan mbangun desa yang dipasang di depan pendopo rumah dinas Bupati Kebumen.
  3. Memohon agar Bupati Kebumen tidak menjadi model iklan rokok.
  4. Memohon agar instansi, dinas, dan lembaga lain dibawah Pemerintah Kabupaten Kebumen menciptakan kawasan tanpa rokok sebagaimana diatur dalam pasal 22 dan pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
  5. Secara khusus memohon agar semua guru untuk tidak merokok di lingkungan sekolah, apalagi di depan siswa.
Demikian pernyataan kami, atas kerjasama semua pihak kami sampaikan terima kasih.

Ketua
ttd
Agus Purwanto

Lampiran : PP No. 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan

Lanjut membaca “31 Mei : Hari Anti Rokok Sedunia”  »»

30 May 2009

Cengkeraman 234 di Kebumen




Kebumen - Lanthing.

Cengkeraman industri rokok 234 di Kebumen rupanya sedemikian hebatnya. Alih-alih membuat kawasan tanpa rokok sebagaimana diamanatkan dalam PP 19/2003, Bupati Kebumen KH.M. Nashirudin Al Mansur malah rela menjadi 'model' iklan sebuah perusahaan rokok, dan memajang baliho iklannya di depan pendopo rumah dinas bupati Kebumen. Saran dari beberapa kalangan tak digubris. Tercatat Ketua Majlis SAKOBERE minimal telah empat kali mengingatkan Pemkab Kebumen agar patuh terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, dua kali lewat acara 'Selamat Pagi Bupati' (SPB) , melalui tulisan yang dimuat dalam majalah Dewan Pendidikan 'Prospek Pendidikan', dan melalui buletin SAKOBERE edisi cetak 'Lanthing'.

"Terakhir saya telpon ke SPB, beliau berjanji akan meninjau ulang baliho besar iklan rokok 234 di depan pendopo yang bergambar Bupati Rustri dan Wakil Bupati Nashirudin, eh ... malah gantinya Bupati Nashirudin sendiri yang jadi model iklan rokok" ujar ketua SAKOBERE, Agus Purwanto.

Seperti tertuang dalam PP No. 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan Pasal 22, pemerintah daerah berkewajiban untuk mewujudkan kawasan tanpa rokok khususnya tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum.

Bahkan dalam Pasal 25 ditegaskan bahwa Pemerintah daerah wajib mewujudkan kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud pasal 22 di wilayahnya.

Muncul pertanyaan, sedemikian besarkah kontribusi pabrik rokok pada APBD Kebumen sehingga membuat seorang bupati kekeuh dan berani menabrak sebuah peraturan pemerintah ... dan bahkan menyediakan dirinya sebagai 'model' iklannya?
Disadari issue 'udud' ini memang tidak terlalu dipedulikan para aktivis, mengingat sebagian (besar) aktivis adalah perokok.

Lanjut membaca “Cengkeraman 234 di Kebumen”  »»

29 May 2009

Udud (lagi)

Oleh : Agus Purwanto

Dua diantara tiga penduduk miskin di Jakarta adalah perokok yang menghabiskan lebih dari 50% pendapatannya untuk merokok. Demikian berita RCTI (29/02/08). Dicontohkan seorang pemulung beranak tiga dengan penghasilan 20 ribu rupiah per hari, menghabiskan sekitar 13 ribu rupiah per hari untuk rokok.

Luar biasa! Ditengah kemiskinannya, ketika ketiga anaknya membutuhkan makanan dan asupan gizi yang baik untuk perkembangan otaknya, ketika ketiga anaknya membutuhkan biaya pendidikan ... Sang Ayah lebih memilih menghabiskan 13 ribu dari 20 ribu penghasilannya per hari untuk merokok!

Ada contoh lain, pada sebuah acara pelatihan, di awal acara, peserta pelatihan sudah bersepakat : bagi peserta yang ingin merokok, untuk keluar ruangan. Faktanya, tak lebih dari sejam kemudian, dua orang peserta pria (yang notabenenya adalah guru) dengan tanpa merasa malu ngrokok nglepus di dalam ruang pelatihan, walau peserta perempuan sebelahnya mengibaskan tangan berulangkali menepis asap rokok yang mampir ke hidungnya. Rupanya daya adiktif (kecanduan, ndatuk) racun rokok telah sedemikian hebatnya membuat ia melupakan kesepakatan, tak ada rasa malu, apalagi toleransi yang tersisa.

Ada lagi,
Seorang kepala sekolah bertaraf internasional (SBI) di Jawa Tengah ketika berkunjung ke Australia dalam rangka menjalin kerjasama dengan sebuah sekolah di Australia, terpaksa harus berurusan dengan petugas imigrasi Bandara setempat karena dalam tasnya kedapatan rokok lebih dari dua ratus batang, melebihi batas yang diperbolehkan.

Ada lagi,
Seorang ibu guru Sekolah Menengah Kejuruan, bercerita bahwa pasca pemeriksaan kesehatan (check up yang diselenggarakan pengurus KORPRI beberapa waktu lalu) disarankan dokter untuk menjalani pengobatan karena menderita brochitis. Selidik punya selidik sang suami ibu guru ini adalah seorang perokok berat sehingga dirinya (ibu guru SMK) menjadi perokok pasif. Lebih tragis lagi sang anak juga menderita bronchitis akibat nyaris tiap hari terpapar asap rokok ayahnya. Beruntung ayahnya menyadari dan kini tengah berupaya menghentikan kebiasaannya merokok.

Ada lagi,
Persis di depan pendopo (rumah dinas bupati Kebumen) terpasang dua baliho besar. Pada baliho sisi timur, di seperempat bagian paling atas tertera tulisan : Djie Sam Soe 234 fatsal-5, dengan logo dan warna khas Sampoerna. Di bawahnya terpampang gambar Bupati Kebumen, KH. M. Nashirudin Al Mansur, disertai tulisan (pesan) : Kebumen Pro Investasi dan Siap Mbangun Deso. Dan di seperempat bagian bawah baliho tertera pesan khas iklan rokok : Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin.
Baliho serupa, walau tak sama, terpampang di sisi barat.
Silahkan Anda kira-kira ini iklan apa? Iklan rokok atau iklan Mbangun Desa?

Gejala yang sungguh memprihatinkan, padahal Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2003 Pasal 22 menyatakan : Tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok.
Dan pasal 25 menyatakan : Pemerintah Daerah wajib mewujudkan kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, di wilayahnya.

Fakta di atas seolah membuktikan penetrasi rokok telah sedemikian hebat dan menggurita kemana-mana.

Moral Exclusion

Menurut Zainul Muttaqien dalam E-psikologi, meski semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan rumah, kantor, angkutan umum maupun di jalan-jalan. Hampir setiap saat dapat disaksikan dan di jumpai orang yang sedang merokok. Bahkan bila orang merokok di sebelah ibu yang sedang menggendong bayi sekalipun orang tersebut tetap tenang menghembuskan asap rokoknya dan biasanya orang-orang yang ada disekelilingnya seringkali tidak perduli.

Senada dengan Zainul, RR. Adiningtyas Pitaloka, M.PSi - dalam E-Psikologi, menjelaskan bahwa kompleksnya permasalahan rokok di dunia termasuk Indonesia, ditambah kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat Indonesia, membuka peluang pihak tertentu untuk mencuri kesempatan dengan memanfaatkan slogan-slogan semu dan menjadi sponsor even publik termasuk even olahraga. Baik industri rokok maupun perokok menggunakan apa yang disebut sebagai simptom moral exclusion, yaitu rasionalisasi, jastifikasi atau dengan bahasa awam mengatasnamakan kemanusiaan untuk menghalalkan perilaku mereka. Dengan begitu, mereka juga menyamarkan 'kesalahan' dan 'penyebaran racun' yang dilakukan.

Seperti kita ketahui, indutri rokok memiliki kemampuan finansial yang sangat kuat - beberapa pemiliknya merupakan orang-orang terkaya di Indonesia, bahkan di dunia. Dan dengan kekuatan finansial yang besar itulah mereka membayar para ahli pemasaran dan periklanan untuk membuat propaganda dan iklan yang jitu. Untuk mengakali aturan pemerintah, iklan dibuat sedemikan rupa dengan tidak menampilkan orang merokok, tapi mampu membuat kesan (image dan brand) yang sangat kuat di masyarakat. Apalagi iklan rokok ditayangkan di televisi berulang-ulang dan di berbagai media lain secara sangat intens. Sekarang masyarakat dengan mudah dapat menebak sebuah iklan rokok melalui image berupa gambar pemandangan alam, petualangan ber-safari di alam terbuka, sampai dengan suasana club disko. Bahkan di Kebumen, alih-alih menciptakan kawasan bebas rokok, bupatinya rela menjadi 'model' iklan sebuah perusahaan rokok, walau disamarkan dengan iklan Mbangun Desa.
Dengan sangat cerdasnya perancang Iklan-iklan rokok menyajikan keindahan alam, kebugaran, kesuksesan, kesetiakawanan - mengkamuflase substansi perilaku merokok itu sendiri yang menyebabkan polusi, merusak keindahan, merusak kesehatan, bahkan hingga menyebabkan seorang kepala keluarga abai terhadap tanggung jawab utamanya menyediakan makanan bergizi untuk anak-anaknya, karena lebih mengutamakan membeli rokok.

Industri rokok juga mensponsori berbagai kegiatan masyarakat, menjadi sponsor utama berbagai tayangan olahraga di televisi, hingga menawarkan beasiswa bagi pelajar berprestasi.
Penerimaan negara melalui cukai rokok, tenaga kerja yang terserap pada industri rokok, dan semua ‘hal baik’ yang dilakukan oleh industri rokok tidak akan pernah sebanding dengan kerugian yang diderita oleh masyarakat akibat rokok.

Suatu ironi yang tidak disadari atau tidak diacuhkan masyarakat Indonesia, bahwa tindakan-tindakan tersebut adalah bentuk penyangkalan (simptom moral exclusion).
Bila industri rokok bertopeng dibalik berbagai slogan indahnya (termasuk mendompleng iklan Mbangun Deso di depan pendopo bupati Kebumen), perokok pun setali tiga uang menggunakan jurus penyangkalan serupa. Tempat umum menjadi alasan bagi perokok untuk berkilah, ”Tempat umum kok, saya punya hak”, ”Lha wong udud pakai mulut sendiri, udud ya beli sendiri - kok ribut!”, dan ungkapan sejenis lainnya, tanpa menyadari bahwa orang lain di sekitarnya yang bukan perokok, juga mempunyai hak yang sama akan udara, terutama udara bersih.

Meutia Hatta Tolak Dana Rokok

Berbeda dengan (mantan) bupati dan bupati Kebumen yang menjadi ‘model’ iklan rokok, Meutia Hatta Swasono, putri proklamator Bung Hatta yang kini menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, justru menolak ketika sebuah perusahaan rokok menawarinya dana ratusan juta rupiah untuk sebuah kegiatan (Kompas Kamis, 31/01/08 dibawah judul : MEUTIA HATTA SWASONO TOLAK UANG ROKOK)
Menurut Meutia, sebagian kematian disebabkan antara lain oleh rokok. Survei dari Rumah Sakit Jantung Harapan Kita menunjukkan, hampir 80 persen penderita jantung mempunyai kebiasaan merokok.
"Iklan rokok adalah musuh bersama, karena berdampak pada kesehatan dan kematian," katanya. Karena musuh itulah, ketika ada perusahaan rokok memberikan bantuan Rp. 200 juta untuk suatu kegiatan, Meutia mengembalikannya. "Uang itu saya kembalikan," ungkapnya.
Selain itu, rokok juga memiskinkan warga. Rokok bukan saja menjadi ancaman orang tua, tetapi juga anak-anak. Warga harus disadarkan, lebih baik pengeluaran untuk rokok digunakan demi memenuhi kebutuhan gizi keluarga, terutama anak balita.

Nah, mau terus udud?

Udud, bikin hidup lebih redup


Lanjut membaca “Udud (lagi)”  »»

27 May 2009

UU Administrasi Kependudukan, Sebuah Kemunduran

Jakarta - Lanthing.

Menurut perspektif perlindungan anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) dibandingkan dengan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UU PA).
Kesimpulan ini muncul pada diskusi hari kedua Pertemuan Konsultasi Tentang Implementasi Hak Anak Atas Identitas di Hotel Ibis Slipi Jakarta (27/05/2009).

Pada UU Perlindungan Anak mengamanatkan pengurusan akta kelahiran gratis dan pelayanannya hingga di tingkat desa, sementara dalam UU Adminduk hanya untuk anak usia 0 s.d. 60 hari yang gratis, sementara untuk anak usia diatas 60 hari pengurusannya dikenakan denda, dan bahkan untuk usia lebih dari satu tahun harus melalui pengesahan dalam sidang di pengadilan dan terancam denda satu juta rupiah.

Diskusi yang dipimpin Rafendi Jamin dari Human Right Working Group (HRWG), juga merekomendasikan adanya harmonisasi produk-produk hukum. Hal ini penting agar tidak menimbulkan bias di lapangan.
Forum juga merekomendasikan agar hal-hal yang berkaitan dengan HAM dan Perlindungan Anak bisa dimasukkan dalam kurikulum pendidikan dan latihan kepemimpinan (diklatpim) berjenjang dan kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).

Lanjut membaca “UU Administrasi Kependudukan, Sebuah Kemunduran”  »»

26 May 2009

Adhi Santika : UU Kita Saling Bertentangan


Jakarta - Lanthing.

Salah satu kelemahan produk hukum kita adalah terkadang saling bertentangan antara UU yang satu dengan UU lainnya, misalnya batasan umur anak. Selain itu terkadang antar pasal juga inkonsisten termasuk dalam penggunaan istilah, demikian dikatakan Dr. Ir. Adhi Santika, MS.SH, Sekretaris Balitbang Hukum dan HAM Dephukham ketika menjadi pembicara dalam Pertemuan Konsultasi Tentang Implementasi Hak Anak Atas Identitas, di Jakarta hari ini (26/05/2009). Acara yang berlangsung di Hotel Ibis Slipi Jakarta berlansgung atas dukungan Plan Internasional akan berlangsung dua hari hingga 27 Mei 2009.

"Masih terlalu banyak UU yang tidak dilengkapi dengan PP, dan beberapa UU kita dibuat secara reaktif dan tidak antisipatif" terang Adhi.
Lebih jauh Adhi mengharapkan semua pihak untuk cermat dan memikirkan dengan sungguh-sungguh ketika membuat UU, karena UU juga dibuat untuk generasi mendatang.
Konsultasi dihadiri oleh utusan Dinas Pencatatan Sipil dan stakeholder dari Dompu, Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Kupang, Surabaya, Rembang, Grobogan, dan Kebumen. Hadir pula utusan dari Kementerian Negera Pemberdayaan Perempuan, dan LPA (Lembaga Perlindungan Anak) Jakarta.
Tampak hadir utusan Kebumen, Kabid Pencatatan Kelahiran Dispenduk Capil, Supriyantoro, SH, dan Ketua Majlis SAKOBERE, Agus Purwanto.


Lanjut membaca “Adhi Santika : UU Kita Saling Bertentangan”  »»

25 May 2009

Mulai Banyak Anak Luar Nikah yang Diurus Akta Kelahirannya


Jakarta - Lanthing.

Hingga 23 mei 2009, sebanyak 665 atau sekitar satu persen anak luar nikah mulai diurus akta kelahirannya. Perkembangan menggembirakan ini disampaikan Kepala Bidang Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kebumen (Dispenduk Capil), Supriyantoro, SH. Menurut Supriyantoro sampai dengan 23 Mei 2009, Dispenduk Capil telah menerbitkan 87.400 akta kelahiran. Sementara untuk tahun 2008 Dispenduk Capil menerbitkan 57.024 akta kelahiran, sebanyak 14.042 merupakan akta kelahiran untuk anak (usia dibawah 18 tahun).

Hal ini disampaikan Supriyantoro menjelang Diskusi Publik Tentang Pentingnya Pencatatan Kelahiran Sebagai Alat Pencegahan dan Perlindungan dari Eksploitasi Anak di Indonesia, di Jakarta 26-27 Mei 2009 di Hotel Ibis Jakarta. Diskusi Publik diselenggarakan atas kerjasama Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Plan Indonesia.
Diduga lonjakan permohonan akta kelahiran diakibatkan kelewat suksesnya program kampanye '2011 semua anak tercatat', dan akibat akan diberlakukannya Perda tentang SIAK (Sitem Informasi Administrasi Kependudukan).
"Di luar juga ada issue bahwa PNS yang akan pensiun harus memiliki akta kelahiran, kami sudah konfirmasi ke BKD ternyata tidak ada syarat itu" ujar Supriyantoro.
"Mobil unit layanan keliling sangat membantu kami dalam melayani masyarakat" tambah Supriyantoro.
Informasi Data Capil : Klik disini.
Ada juga paparan Dispenduk Capil Kebumen dalam bentuk Power Point, disini.


Lanjut membaca “Mulai Banyak Anak Luar Nikah yang Diurus Akta Kelahirannya”  »»

21 May 2009

Kebumen Dalam Perspektif Pendidikan dan Kebudayaan

Naskah ini dibacakan Ketua PGRI Kebumen, Agus Septadi. pada malam renungan Hari Pendidikan Nasional 2009.

Kita harus mengucapkan terima kasih dan bangga atas fondasi good governance yang telah dibangun oleh PEMKAB Kebumen. Terlepas dari plus minusnya, konsep tersebut mampu mengangkat Kebumen pada kancah nasional maupun internasional terutama dalam hal keterbukaan dalam kinerja pemerintahannya. Konsep yang selalu dikumandangkan Ratih TV ( hanya sekitar 2 jam dengan SPB 30 menit ) – TV lokal yang belum juga dapat diakses hingga pinggiran – mampu menjadikan TV tersebut sebagai ikon Kebumen, yang sejatinya (hanya) merupakan alat Public Relation (politik) bupati. Sebab acara selain Selamat Pagi Bupati ( SPB) – yang berupa keluh kesah pada bupati perihal pelayanan atau kinerja pemkab – tidak tergarap betul. Acara lainnya sepertinya hanya sekedar numpang lewat belaka.

Pemkab sepertinya takut untuk mengeksplore aset kebumen selain good governance yang sebetulnya adalah konsep yang biasa – biasa saja. Artinya konsep tersebut hanyalah masalah niat baik untuk menjalankan roda pemerintahan ( keterbukaan, dapat dipercaya dan Bersih ). Namun konsep ini mampu menghipnotis sehingga pejabat – pejabatnya sepertinya takut untuk berbuat atau berkreasi. Para pejabat takut karena sewaktu-waktu jabatannya dapat digusur. Apalagi kalau politiknya tidak sepaham.

Ketakutan inilah yang sebenarnya menjadikan Kebumen dimata dunia luar bagus tapi sejatinya Kebumen itu belum ( tidak ) menghasilkan apa – apa. Banyak permasalahan – permasalahan yang belum dapat diselesaikan dengan baik. Penempatan guru / Kepala Sekolah yang belum dapat menjadikan pendidikan menjadi optimal karena penempatan KS dan guru yang kurang tepat. Permasalahan guru GTT/PTT yang masih belum dapat

diselesaikan dengan baik. Guru GTT yang kualifaikasinya kurang memenuhi syarat ( tamatan STM,SMEA, SMA ). Penempatan pejabat yang kurang tepat. Sebagai contoh :bagaimanapun Dinas Pendidikan mestinya ditempati oleh personal yang mempunyai hubungan langsung dengan profesi pendidik. Bagaimanapun mereka harus menguasai kurikulum dan kelas, karena basis pendidikan adalah kurikulum dan kelas, bukan hanya penguasaan permasalahan managerial belaka.

Permasalahan kecil itu tetap potensial menjadi permasalahan yang dapat menjadikan kinerja Pemkab kurang optimal terutama permasalahan pendidikannya. Hal ini sudah dapat diketahui dari hasil UN yang hanya menempati peringkat terakhir. Karena bagaimana pun kontroversialnya UN, tolok ukur keberhasilan adalah hasil UN. Hasil UN kenyataannya tidak dapat disandingkan dengan berbagai prestasi siswa atau guru yang mencapai Nasional hingga Internasional. Anggaran Pendidikan yang 20% dari APBD walaupun secara riil ( Rancangan Awal RKPD Kab. Kebumen 2010 ) sudah melebihi, namun pada kenyataannya untuk pengembangan profesi guru dan pengembangan SPM ( standard pelayanan minimal ) sekolah – yang merupakan jantung dari SDM, masih sangat kecil. Kenyataan ini jangan – jangan mempunyai hubungan lurus dengan hasil prestasi siswa ( UN )?

Hal tersebut menjadi menarik karena sepertinya ada tarikan garis yang berseberangan antara budaya good governance dan pengembangan supra struktur maupun infrastruktur pendidikan. Disatu sisi kita memerlukan ( dan sudah menjadi buadaya? ) good governance namun sisi yang lain sementara ini tidak dikembangkan secara maksimal. Sisi – sisi yang sebenarnya mampu mendongkrak tesis itu ternyata tidak dikembangkan secara maksimal karena memang secara apa pun tidak menghasilkan ( baik fisik maupun finansial

– bagi dirinya/kelompok ) sehingga enggan mengembangkan atau mengeksplorasi. Padahal potensi ini akan mampu mendongkrak kinerja Pemkab menjadi lebih baik lagi.

Pengembangan potensi pendidikan dan kebudayaan – harus diakui – mampu mendongkrak brand sebuah daerah. Tidak usah terlalu tinggi, Yogya, solo atau Semarang misalnya. Kota terdekat, Purworejo dengan nDolalak, Magelang dengan Kesenian lima gunungnya, Purwokerto dengan tek – teknya. Contoh tersebut tidak saja menjadikan Kabupaten itu muncul sebagai daerah yang harus diapresiasi keseniannya tapi juga berimbas pada sektor – sektor lainnya. Side efek pada saatnya nanti adalah pada semangat bergood governance yang tinggi karena ada keberanian untuk mengeksplore potensi – potensi yang lain.

Kebumen sebetulnya tidak kurang ragam seninya, tidak kurang orang yang mempunyai kemampuan untuk mengembangkannya. Kebumen mempunyai menoreng di Kec. Karanggayam, Peniron ( Pejagoan). Angguk di Adimulyo, Petanahan dan Ambal. Mentiet di KAranggayam dan Ayah serta Jamjaneng atau Slawatan yang ada hampir di setiap kampung . Ketoprak hingga wayang golek masih hidup di desa – desa pinggiran. ( Suara Kedu 21 Nop 08 ). Dalang Wayang kulit tersebar di hampir setiap eks kawedanan tapi lebih memilih Enthus Tegal dalam tanggapan di Alun – alun karena lebih mampu menyerap pengunjung sehingga ( secara kalkulasi politis) lebih menguntungkan. Sastrawan atau budayawan yang kebanyakan guru sangat potensial. Namun kesemuannya itu tidak mendapat dukungan Pemkab sebagai yang mempunyai segalanya, baik power maupun dana.

Fenomena di atas tidak saja tidak tepat dalam menempatkan personil tapi juga ketidakseriusan Pemkab dalam menggarap potensi budaya ( baca pendidikan ) tersebut.

Ketidakseriusan tidak saja menyangkut pendanaan tapi juga konsep – konsep tentang pengembangan kesenian (budaya). Potensi personil sebetulnya bisa berkembang tapi karena takut dengan good governance, maka kreatifitas pun menjadi mandeg. Apalagi dana sebagai dasar pengembangan tidak sepadan ( kebudayaan dan pendidikan tidak dianggap menghasilkan apa-apa) sehingga Pemkab /DPRD tidak memberikan apresiasi anggaran yang layak terutama dalam pengembangan potensi/professional guru dan siswa ( baca fasilitas di sekolah, perpustakaan, laboratorium dan infra struktur yang lain).

Kreatifitas dan keberanian Pemkab tersebut menjadi kurang karena budaya paternalistiknya masih melekat erat. Ketakutan akan digeser atau dimutasi atau di nonjobkan menjadi momok bagi sebagian pejabat yang mestinya berpikirnya pada bagaimana mengembangkan potensi daerah daripada berpikir untuk keuntungan pribadi. Mindset inilah yang yang menjadikan Kebumen stagnan terutama dalam mengeksplorasi potensi – utamanya potensi kebudayaan dan pendidikan. Orang – orang serba ketakutan, khawatir kalau salah atau keliru dalam mengambil kebijakan.

Lay out berpikir seperti ini karena unsur budaya – dalam arti ranah apresiasinya masih minim – maka keberanian mengeksplore kemampuan dan potensi kebumen menjadi tidak signifikan dengan asset yang sebenarnya sangat besar di Kebumen. Rendahnya apresiasi tersebut dikarenakan ketakutan akan stigma good governance. Bekerja yang apresiatif adalah bagaimana mindset berpikir kita luas dan berwawasan ke depan. Berpikir berwawasan pada akhirnya adalah berpikir yang dilandasi ranah apresiasi terhadap kebudayaan dan pendidikan itu kuat.

Kebudayaan dan pendidikan yang berkembang di kebumen memungkinkan untuk dieksplore oleh semua orang sebagai ranah apresiasi yang ke depan dapat mengubah paradigma dalam mengembangkan potensi Kebumen. Good Governance yang sudah menjadi trade mark, sudah menjadi Brand Kebumen akan semakin utuh dan bermanfaat tidak saja untuk kinerja pemerintahannya tetapi melebar ke ranah masyarakat.

Dengan mengembangkan kebudayaan ( pendidikan ) Kebumen secara maksimal tidak saja masyarakat untung karena diapresiasi oleh pemerintah, yang berarti nguwongke masyarakat, tapi secara luas berarti Pemkab memberi ruang terbuka untuk masuknya masyarakat ( potensi ) pada ranah kebijakan – kebijakannya. Akhirnya kebijakan – kebijakan Pemkab secara tidak langsung sudah mengacu pada Good Governace. Masyarakat pada akhirnya duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan pemerintahnya.

Kebumen, Malam Sabtu 1 Mei 2009

Lanjut membaca “Kebumen Dalam Perspektif Pendidikan dan Kebudayaan”  »»

20 May 2009

Undangan Diskusi Publik Dalam Rangka Hari Anak Nasional


Kebumen - Lanthing.

Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional 23 Juli 2009, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan bekerja sama dengan Plan Indonesia akan mengadakan pertemuan konsultasi dan diskusi publik tentang pentingnya pencatatan kelahiran sebagai alat pencegahan dan perlindungan dari eksploitasi anak di Indonesia.

Acara akan dilaksanakan hari selasa s.d. kamis tanggal 26 s.d. 28 Mei 2009 di hotel Ibis Slipi Jakarta. Menurut rencana akan hadir dalam acara para Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan stakeholder lain dari kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara, Sikka, Lembata, dan kabupaten lain di wilayah NTT, Jateng (Rembang, Kebumen, Grobogan) serta Surabaya.

Menurut rencana dari Kebumen akan berangkat Kepala Dispenduk Capil (atau yang mewakili), Plan PU Kebumen, dan Ketua Majlis SAKOBERE (atau yang mewakili).


Lanjut membaca “Undangan Diskusi Publik Dalam Rangka Hari Anak Nasional”  »»

Guru yang 'Kesingsal' Sertifikasi Diakomodir


Gombong - Lanthing.

Berberda dari dua hari lalu yang nampak bersungut-sungut, hari ini sebelas orang guru SMA Negeri Gombong kelihatan berseri-seri dan bersemangat. Pasalnya akhirnya pihak Dinas Dikpora mengakomodir dan memperbolehkan mereka untuk menyusul mengajukan diri dan segera mengirimkan data agar mereka dapat dirangking dalam nominasi guru untuk program sertifikasi guru tahun 2009.

Seperti diberitakan blog ini dua hari lalu, sebelumnya sebanyak 11 orang guru SMA Negeri 1 Gombong ini tidak terdaftar dalam nominasi sertifikasi guru di Dinas Dikpora. Mereka 'kesingsal' akibat salah komunikasi pihak-pihak pemangku kewajiban.
Seorang guru yang kesingsal, Hidayat, S.Si., mengatakan bahwa mereka menemui petugas Dinas Dikpora yang mengurusi sertifikasi mempertanyakan ihwal mereka.
"Kami menemui Pak Encep di Hotel Candisari kemarin, dan beliau mempersilahkan kami untuk segera, hari ini, menyusulkan data teman-teman yang belum terdata dalam sertifikasi guru tahun 2009" ujar Hidayat.

Hal ini berbeda dengan pernyataan staf Dinas Dikpora yang dihubungi kontributor Lanthing via telpon dua hari sebelumnya, Muh. Rosyid, S.Pd., M.M.Pd., yang menyatakan bahwa susulan peserta sertifikasi tidak dimungkinkan lagi.

Pertanyaannya : adakah susulan peserta ini akan menggeser daftar nominasi peserta sertifikasi yang telah diumumkan Dinas Dikpora?

Lanjut membaca “Guru yang 'Kesingsal' Sertifikasi Diakomodir”  »»

SMPN 3 Kebumen 'Lolos Uji' Pemeriksaan

Kebumen - Lanthing.

Berbeda dengan kebanyakan sekolah yang 'terkena jaring' pemeriksaan Inspektorat Kabupaten, dan harus mengembalikan dana yang dianggap tidak sesuai peruntukannya, SMP Negeri 3 Kebumen berhasil melewati pemeriksaan Inspektorat Kabupaten. SMP yang termasuk RSBI ini telah merevisi APBS dan telah disahkan oleh Kepala Dinas Dikpora.
"Pemeriksaan beberapa waktu yang lalu dilakukan secara gabungan yaitu oleh Inspektorat kabupaten, propinsi, dan dari pusat" ungkap Kepala SMP Negeri 3, Robani.
"Hanya ada satu temuan Inspektorat, yaitu pada pengesahan Pakta Integritas, ada pihak yang belum tanda tangan" tambah Robani.

Robani yang ditemui kontributor Lanthing di ruang kerjanya menjelaskan bahwa sekolahnya tahun ini memiliki dua kelas RSBI, dan akan bertambah empat kelas lagi di tahun pelajaran 2009/2010, untuk kemudian akan menjadi 'SBI penuh' pada tahun pelajaran 2010/2011.
Pihaknya mengakui masih adanya kelemahan di sana-sini, khususnya ihwal kemampuan bahasa Inggris guru-gurunya, dan masalah IT.
"Sekolah kami belum memiliki guru dengan kualifikasi ICT, guru kami yang mengajar ICT berasal dari guru mata pelajaran Matematika" jelas Robani.

Berkait implementasi Perbup No. 22 Tahun 2008 Robani menjelaskan bahwa dirinya berusaha menjelaskan kepada para guru, bahwa kini honor-honor wali kelas dan sejenisnya serta kesra guru dan karyawan tidak ada lagi.
"Alhamdulilah semua bisa menerima" jelas Robani.

Lanjut membaca “SMPN 3 Kebumen 'Lolos Uji' Pemeriksaan”  »»

19 May 2009

Baru Tiga Sekolah yang Ajukan Revisi APBS


Kebumen - Lanthing.

Maksud hati mau menata dan menertibkan keuangan sekolah, namun yang terjadi justru sebaliknya, kacau. Peraturan Bupati No. 22 Tahun 2008 Tentang APBS yang diharapkan mampu menata dan menertibkan keuangan sekolah, ternyata justru menimbulkan masalah di lapangan. Masalah muncul karena Perbup No. 22 tidak dilengkapi dengan 'index standard biaya'. Akibatnya karena terdesak harus segera membuat APBS beberapa sekolah membuat sendiri index biaya. Namun hal ini dipersalahkan oleh Inspektorat Kabupaten (Bawasda).
Belakangan muncul 'index standard biaya' yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Dikpora, namun hal inipun dianggap menyalahi ketentuan, mengingat dalam Perbup 22 jelas disyaratkan adanya 'index standard biaya' yang ditetapkan oleh Bupati.

Seorang staf Dinas Dikpora Bagian Perencanaan, Purnowati, S.IP., M.Si., yang ditemui kontributor Lanthing di ruang kerjanya, membenarkan ihwal belum beresnya masalah APBS ini.
"Sebenarnya APBS yang masuk Dinas Dikpora sebagian besar telah dilakukan evaluasi, bahkan terakhir bulan Januari 2009 karena adanya penambahan dana BOS, semua SD dan SMP semestinya melakukan perubahan dalam APBSnya, namun kenyataannya sebagian besar sekolah tidak membuat revisi APBS" ujar Purnowati.
Mulyono seorang staf bagian Perencanaan Dinas Dikpora mengatakan bahwa baru tiga sekolah yang mengajukan revisi APBS ke Dinas Dikpora.

Lanjut membaca “Baru Tiga Sekolah yang Ajukan Revisi APBS”  »»

Kantor Dispenduk Capil Laiknya 'Pasar'

Kebumen - Lanthing.

Minggu-minggu belakangan ini bila Anda datang ke kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispenduk Capil) Kebumen, Anda akan menjumpai suasana yang berbeda : uyel-uyelan, laiknya pasar prepegan. Ruang pelayanan yang tidak lebih setengah ruang kelas dipenuhi dengan pemohon akta kelahiran.

Belum diketahui persis mengapa pemohon akta kelahiran meningkat drastis. Diduga kenaikan permohonan akta kelahiran akibat kelewat suksesnya kampanye '2011 Semua Anak Indonesia Tercatat'. Namun patut diduga juga akibat menjelang diberlakukannya UU Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Dalam UU Adminduk diatur bagi warga yang terlambat (lebih dari usia setahun), proses pengurusan Akta Kelahiran harus melalui pengadilan dan terancam denda hingga satu juta rupiah.

Blangko Akta Kelahiran Habis

Saking banyaknya pemohon akta kelahiran mengakibatkan mutu pelayanan menurun, dan terkesan semrawut. Seorang pemohon yang ditemui kontributor Lanthing saat menunggu pengurusan akta kelahiran di kantor Dispenduk Capil mengusulkan agar dibuat semacam nomor antrian seperti di bank, sehingga pemohon tidak perlu berdesakan dalam ruang yang sempit namun dapat menunggu di luar ruangan.
Sedemikian banyaknya pemohon mengakibatkan Dispenduk Capil kehabisan blangko akta kelahiran. Hal ini diakui oleh Bupati Kebumen dalam acara 'Selamat Pagi Bupati' (19/05/2009). Menurut Bupati Kebumen KH. M. Nashirudin Al Mansur, pihak Dispenduk Capil akan segera mengupayakan pencetakan dengan pendanaan mendahului anggaran.
"Mudah-mudahan DPRD menyetujui" ungkap Bupati.



Lanjut membaca “Kantor Dispenduk Capil Laiknya 'Pasar'”  »»

APBS Beberapa Sekolah Belum Disahkan


Kebumen - Lanthing.

Dua bulan lagi tahun pelajaran 2008/2009 akan berakhir, namun Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) di beberapa sekolah belum disahkan oleh Dinas Dikpora. Di SMP Negeri 1 Adimulyo misalnya, APBS sekolah ini hingga berita ini diupload belum juga disahkan Dinas Dikpora. Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Bupati Tentang APBS, APBS SLTP dan SLTA disahkan oleh Dinas Dikpora, sedangkan APBS SD disahkan oleh UPT Dinas Dikpora Kecamatan.

Kepala SMP Negeri 1 Adimulyo, Markus Kuwat, S.Pd., yang ditemui kontributor Lanthing di rumahnya menjelaskan bahwa pihaknya telah membuat APBS namun sebagian isinya oleh Inspektorat Kabupaten (Bawasda) dianggap keliru, karena tetap menganggarkan pos-pos anggaran untuk honor kepala sekolah, honor kepala urusan (waka), honor wali kelas dan sejenisnya.
"Kami membuat APBS di awal tahun pelajaran, saat itu belum terbit peraturan bupati tentang index pembiayaan sekolah, sehingga kami membuat index sendiri dengan sepersetujuan komite sekolah. Hal ini dianggap salah oleh Inspektorat" ujar Markus.
Lebih lanjut Markus menjelaskan bahwa pihaknya enggan melakukan revisi APBS mengingat tahun pelajaran 2008/2009 akan segera berakhir.
"Ngesuk bae sisan tahun 2009/2010" imbuh Markus.

Ada Masalah Dalam Aturan

Seorang staf Dinas Dikpora bagian Perencanaan, Purnowati, S.IP. M.Si., yang dikonfirmasi melalui telpon membenarkan bahwa masih ada beberapa masalah dalam peraturan bupati tentang APBS termasuk index standar biayanya. Pihaknya kini tengah mengajukan usulan revisi perbup ke Bupati.
"Memang masih ada perbedaan pandangan dalam tim revisi, khususnya tentang pos-pos seperti honor kepala sekolah, wali kelas dan sejenisnya" terang Purnowati.
"Untuk SLTA masih memungkinkan karena SLTA masih boleh memungut SPP/IDOS, tapi untuk SD dan SMP yang menggunakan BOS dan tidak boleh lagi memungut SPP, tidak dimungkinkan. Hal ini karena dalam aturan BOS pos-pos semacam itu tidak ada" tambah Purnowati.

Lanjut membaca “APBS Beberapa Sekolah Belum Disahkan”  »»

Batas Lulus UASBN Sangat Rendah

Kebumen - Lanthing.

Batas lulus Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) SD/MI sangat rendah. Berbeda dengan Ujian Nasional SLTP dan SLTA yang batas lulusnya ditentukan oleh Badan Standarisasi Pendidikan Nasional (BSNP), batas lulus UASBN SD/MI ditentukan sendiri oleh SD/MI masing-masing.
Keleluasaan penentuan batas lulus ini berdampak tidak jelasnya kriteria kelulusan. Bahkan di beberapa SD batas kelulusannya menurun dari tahun sebelumnya. Di SD Negeri 1 Kretek Rowokele misalnya, batas lulus UASBN mata pelajaran Matematika tahun ini hanya 2,0 menurun dari batas lulus tahun lalu sebesar 2,5.
Kepala SD Negeri 1 Kretek, Rasipan, beralasan diturunkannya batas lulus UASBN Matematika di sekolahnya disebabkan dalam uji coba UASBN terdapat peserta yang hanya beroleh nilai 1,75.
"Seluruh orangtua murid kelas VI kami undang untuk bersama sekolah menentukan batas lulus ini" ujar Rasipan.
"Batas lulus matematika memang diturunkan, namun untuk Bahasa Indonesia dan IPA naik menjadi 4,25 dari tahun lalu sebesar 4,0" imbuh rasipan.

Kriteria kelulusan UASBN lebih baik terdapat di SD Negeri 1 Sidayu Gombong. SD ini mematok batas lulus UASBN mapel Matematika sebesar 3,0, mapel IPA 4,0, dan mapel Bahasa Indonesia sebesar 5,0. Sementara di SD Negeri 2 Gombong, yang merupakan SD 'favorit' batas lulus UASBN untuk mapel Bahasa Indonesia dan IPA sebesar 3,0, untuk mapel matematika sebesar 2,5.

Sementara diperoleh informasi rata-rata batas lulus UASBN SD di kecamatan Buayan sebesar 2,5. Kepala UPT Dinas Dikpora Kecamatan Buayan, Tukijan, beralasan rendahnya batas lulus ini karena anak-anak yang berkebutuhan khusus tidak dipisahkan dengan anak-anak normal.

Lanjut membaca “Batas Lulus UASBN Sangat Rendah”  »»

Pungutan Kelulusan Dipertanyakan


Kebumen - Lanthing.

Pungutan sumbangan kelulusan - atau dengan istilah lain - selalu saja marak menjelang akhir tahun. Hal ini dipertanyakan oleh beberapa pihak, khususnya para orang tua/wali murid. Mustika Aji dari Forum Masyarakat Sipil (FORMASI) Kebumen misalnya, mempertanyakan keabsahan pungutan ini. Dirinya risau karena pungutan ini membebani orang tua.
"Kemarin saya ditanya orang tua murid sebuah SMP di Kebumen yang dipungut sumbangan kelulusan minimal Rp. 150 ribu" ujar Mustika Aji.

Berdasarkan informasi yang dihimpun kontributor Lanthing, sumbangan kelulusan ini besar dan istilahnya bervariasi. Tercatat di SMP Negeri 3 Karanganyar dan SMP Negeri 1 Sruweng besarnya sumbangan kelulusan Rp. 100 ribu, di SMP Negeri 2 Prembun Rp. 40 ribu, di SMA Negeri 1 Gombong untuk kenang-kenangan dan lain-lain siswa klas XII dipungut Rp. 165 ribu (Rp. 85 ribu untuk kenang-kenangan, dan sisanya untuk kebutuhan lain, semacam fotokopi dan lainnya).
Sementara Kepala SD Negeri 1 Kretek Rowokele, Rasipan, mengatakan bahwa orang tua murid kelas VI yang lulus bersepakat akan menyumbang 1 (satu) unit komputer seharga Rp. 3,4 juta.

Penjelasan lain disampaikan seorang guru SMP PGRI Buayan, Eddi Sayogyo, bahwa sumbangan kelulusan tahun lalu sebesar Rp. 60 ribu yang digunakan untuk membeli bangku, komputer dan kebutuhan sekolah lain.
"Semua masuk APBS, dan tahun ini sekolah kami tidak menarik sumbangan kelulusan" imbuh Eddi.


Lanjut membaca “Pungutan Kelulusan Dipertanyakan”  »»

18 May 2009

Hanya Dua, Guru SMA Gombong yang Masuk Nominasi Sertifikasi


Gombong - Lanthing.


Kekecewaan mewarnai beberapa guru SMA Negeri 1 Gombong. Pasalnya hanya dua guru yang masuk dalam nominasi program sertifikasi guru tahun 2009. Dua guru SMA Negeri 1 Gombong yang masuk nominasi yaitu Suhargo dan Mursinah. Keduanya masuk nominasi program sertifikasi guru non sarjana (usia di atas 50 tahun dan atau masa kerja diatas 20 tahun).

Wahyu Hidayah, S.Pd., seorang guru SMA Negeri 1 Gombong mengatakan bahwa dalam daftar nominasi sebelumnya dirinya dan beberapa rekannya tercantum, namun tahun ini tidak masuk nominasi.
"Memang masa bhakti saya masih sedikit, tapi mengapa rekan saya di
SMA lain masuk nominasi?" tanya Wahyu. Selanjutnya Wahyu berniat akan mengajukan berkas sertifikasi secara mandiri ke Dinas Dikpora.

Seorang staf Dinas Dikpora yang membidangi urusan sertifikasi Muh. Rosyid, S.Pd. M.M.Pd., yang dihubungi via telpon menjelaskan bahwa kuota untuk kabupaten Kebumen yang ditentukan dari Propinsi sebanyak 953 orang, termasuk untuk 95 orang Pengawas Sekolah.
"Mekanismenya masing-masing sekolah mengusulkan dalam bentuk CD (compact disc) yang kemudian dirangking berdasarkan TMT (masa kerja) PNS
-nya" ujar Rosyid.
"Sekarang sudah tidak mungkin lagi untuk mengusulkan
tambahan" imbuh Rosyid.

Selanjutnya Rosyid (mantan Kepala SMPN 7 yang sempat bertugas di Dinas Pemadam Kebakaran, sebelum akhirnya kembali ke habitatnya di Dinas Dikpora) menjelaskan bahwa sosialisasi sertifikasi bagi guru-guru yang masuk nominasi akan diselenggarakan tanggal 19 Mei 2009 (untuk guru SD) dan 20 Mei 2009 (untuk guru SLTP/SLTA dan TK).

Sementara itu Kepala SMA Negeri 1 Gombong, Drs. Kunnaji, dalam briefingnya (18/05/2009) menyatakan bahwa tidak ada surat dari Dikpora tentang sertifikasi yang masuk. Pihaknya mempersilahkan bila para guru ingin mengusulkan secara mandiri ke Dinas Dikpora.


Lanjut membaca “Hanya Dua, Guru SMA Gombong yang Masuk Nominasi Sertifikasi”  »»

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Vs Rintihan Sekolah Bertarif Internasional



Anda yang ingin mencermati fenomena SBI (Sekolah Bertaraf Internasional), ada artikel yang sangat bagus (menurutku) karya Satriadharma berjudul Sekolah Bertaraf Internasional: Quo Vadis? Silahkan dibaca disini...

Lanjut membaca “Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Vs Rintihan Sekolah Bertarif Internasional”  »»

13 May 2009

Alokasi Dana RSBI Tidak Sesuai Komitmen

Kebumen - Lanthing.

Alokasi dana RSBI yang cair ternyata tidak sesuai komitment. Demikian disampaikan Kepala SMP Negeri 1 Kebumen, Aminah, S.Pd. MM., kepada kontributor Lanthing. melalui telpon. Seperti diketahui SMP Negeri 1 Kebumen dan SMP Negeri 3 Kebumen merupakan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
"Dana dari pemerintah pusat yang dijanjikan Rp. 400 juta ternyata hanya turun Rp. 300 juta, dana dari propinsi yang dijanjikan
Rp. 240 juta baru turun sekali itupun di akhir tahun, sementara dana dari pemkab kebumen yang semestinya 20% atau Rp. 160 juta hanya turun sekitar Rp. 100 jutaan" jelas Aminah.

Lebih jauh Aminah menjelaskan ihwal penarikan iuran dana operasional sekolah (IDOS/SPP) Rp. 34 ribu/bulan/murid untuk murid kelas reguler (non RSBI) karena memang faktanya pendanaan di SMP Negeri 1 Kebumen masih kurang.
"Pendanaannya terlalu berat kalau tidak ditopang dan ditambah oleh IDOS" ujar Aminah.
Pihaknya meyakini bahwa penarikan IDOS di sekolahnya sudah sesuai dengan surat edaran Mendiknas 186/MPN/KU/2008 dan surat Bupati Kebumen.
"RSBI itu lembaga bukan kelas, kamipun tidak membeda-bedakan antara siswa kelas reguler dan kelas RSBI" terang Aminah.

Dana RSBI di SMPN 3 Kebumen

Sementara Drs. Wahyudi, Wakil Kepala Urusan Kurikulum SMP Negeri 3 Kebumen membenarkan bahwa dana dari pemerintah pusat yang komitmen semula Rp. 400 juta hanya cair Rp. 300 juta.
"Selain dana dari pemerintah pusat kami menerima dana dari pemprop Jateng sebesar Rp. 570 juta termasuk Rp. 150 juta berupa dana cash dan sisanya berupa sarana prasarana, sedangkan dana dari pemkab Kebumen sebesar Rp. 95 juta" ujar Wahyudi.
"Tapi yang cair baru dari pemerintah pusat, sementara dari propinsi dan kabupaten hingga saat ini belum cair" tambah Wahyudi.
Selain dana-dana tersebut, sebanyak 48 siswa SMP Negeri 3 Kebumen yang duduk di kelas RSBI masih dikenakan SPP sebesar Rp 134 ribu/bulan/siswa, sedangkan sebanyak 821 siswa yang duduk di kelas reguler (non RSBI) dikenakan SPP sebesar Rp. 24 ribu/bulan/siswa.

Terpisah, ketua Majlis SAKOBERE, Agus Purwanto mengatakan bahwa dirinya tidak bisa mengerti mengapa sudah digelontor dana begitu besar tapi sekolah-sekolah itu masih saja kurang, sehingga tetap memungut IDOS/SPP.
"Bukankah selain dana-dana dari pusat, propinsi, dan kabupaten SMP RSBI/SBI itu juga menerima dana BOS?" tanya Agus.
Selanjutnya Agus menyarankan agar SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 3 Kebumen membuka APBS sehingga masyarakat bisa memahami peruntukan dana-dana tersebut.

Lanjut membaca “Alokasi Dana RSBI Tidak Sesuai Komitmen”  »»

04 May 2009

Botol Bekas Infus 'Pating Tlecek'

Botol plastik bekas infus berserakan
Kemit - Lanthing.

Sambil menunggu giliran Medical Check Up (CMU) di klinik AsSyifa, (04/05/2009) kontributor Lanthing sempat melihat bekas botol infus berserakan meluber dari tempat sampah bercampur dengan limbah dan sampah lainnya. Tempat sampah dimana botol platik bekas infus hanya berjarak sekitar satu meter dari tempat pasien menunggu giliran untuk foto roentgen. Sebagian sampah klinik lainnya terlihat bekas dibakar dan jelaganya terlihat menempel di tembok.

Penanganan limbah rumah sakit semestinya ekstra hati-hati dan memenuhi standar sehingga tidak membahayakan kesehatan masyarakat.
Berdasarkan peraturan limbah non medis dibungkus dengan plastik warna hitam, sementara limbah medis dibungkus dengan plastik berwarna kuning atau merah (www.gizi.net).


Lanjut membaca “Botol Bekas Infus 'Pating Tlecek'”  »»

"Kok Mecical Check Up-nya Tidak di Rumah Sakit pemerintah"

Para PNS Peserrta CMU tengah ngantri
Kemit - Lanthing.

"Kok Medical Check Up (CMU) nya tidak di rumah sakit pemerintah?". Pertanyaan ini muncul dari beberapa PNS peserta CMU yang tengah mengantri di Klinik Asyifa Kemit. Pertanyaan, gumaman setengah menggugat ini dipicu pelayanan yang lambat hingga harus antri berjam-jam ketika para PNS hendak pemeriksaan 'foto thorax' (rontgen). Bahkan beberapa peserta yang datang pagi hari belum terlayani sehingga harus datang kembali siang dan sore hari.


Klinik hanya menyediakan seorang tenaga foto rontgen, yang harus melayani ratusan peserta, mulai menerima formulir, memanggil, memasang plat, memberi aba-aba dan memproses kelanjutannya.
Kegiatan pemeriksaan kesehatan berupa CMU merupakan kerjasama antara pengurus KORPRI Kabupaten dengan PT Askes. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan darah, dan foto thorax (dada), dan bagi PNS perempuan ditambah pap smear.
"Tapi mengapa tidak di rumah sakit Wero, selain itu milik pemda, tempatnya lebih luas, petugasnya juga pasti mencukupi" ujar seorang guru SMP.

Menurut petugas jaga, klinik Asyifa Kemit adalah milik dr. Prayit. Tidak jelas benar apakah yang dimaksud dr. Prayit adalah dr. H. Suprayitno Kepala Badan Pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah (BP RSUD) Kebumen.

Lanjut membaca “"Kok Mecical Check Up-nya Tidak di Rumah Sakit pemerintah"”  »»

03 May 2009

Segera Terbit Majalah Anak Karangsambung

Mas Anto (Supriyanto, wartawan Suara Merdeka)
tengah memberikan materi pada pelatihan jurnalistik.

Karangsambung - Lanthing.

Menyusul terbitnya majalah anak d'STAR dari komunitas anak-anak desa Logandu Kecamatan Karanggayam, akan segera terbit majalah serupa dari komunitas desa Karangsambung Kecamatan Sadang.
Hal ini terungkap pada RTL (Rencana Tindak Lanjut) di hari terakhir Pelatihan Jurnalistik untuk anak-anak Karangsambung. Pelatihan jurnalistik yang digelar selama 4 hari mulai kamis 30 April 2009 hingga minggu 3 Mei 2009 diikuti oleh 35 anak usia SMP dan SMA dari dukuh Totogan, Banjarsari, dan Selotumpeng desa Karangsambung.

Pelatihan bertempat di Aula LIPI Karangsambung menghadirkan narasumber Agus Purwanto (ketua majlis SAKOBERE, Pimred Majalah Prospek Pendidikan), Rohman (wartawan Radar Kebumen), Bagus Sukmawan (wartawan Kedaulatan Rakyat Jogjakarta, koordinator PWI Kebumen), dan Supriyanto (wartawan Suara Merdeka Semarang).
Materi pelatihan meliputi Konvensi Hak Anak dan UU Perlindungan Anak, dasar-dasar jurnalistik, fotografi media, kerja jurnalistik, disertai praktikum.

Ke 35 anak peserta pelatihan adalah anak-anak yang tergabung dalam KAPAS (Kelompok Anak Karangsambung) yang merupakan binaan Plan Indonesia PU Kebumen. Juga tampak hadir mendampingi pelatihan Sri Joko Yunanto dari Plan PU Kebumen dan para relawan dari Karangsambung.

Lanjut membaca “Segera Terbit Majalah Anak Karangsambung”  »»

02 May 2009

Ida Zaniar : SBI Itu Lembaga

Gombong - Lanthing.

Polemik tentang pungutan SPP untuk siswa reguler yang bersekolah di Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) terus menggelinding. Seperti diberitakan di blog ini sebelumnya, siswa reguler (siswa yang tidak berada di kelas RSBI) di SMPN 1 dan SMPN 3 Kebumen tetap dipungut SPP walaupun tidak sebesar SPP siswa yang duduk di kelas RSBI. Pungutan ini oleh beberapa pihak dinilai melanggar surat edaran Mendiknas No. 186/KU/MPN/2008 Tentang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 2009, yang mengamanatkan SD dan SMP gratis, kecuali di RSBI.

Kiswandi seorang guru SMPN1 Sruweng sebelumnya menanyakan hal ini pada acara Selamat Pagi Bupati (SPB), namun belum mendapat jawaban. Kiswandi menganggap bahwa siswa yang berada di RSBI namun tidak masuk di kelas RSBI semestinya gratis, karena RSBI adalah layanan.
"Apa bedanya siswa di kelas reguler di SMPN1 Kebumen yang RSBI , dengan siswa di SMPN 1 Sruweng yang non RSBI?" tanya Kiswandi.

Pagi ini (02/05/2009) Kiswandi kembali menanyakan jawaban pertanyaannya pada acara SPB terdahulu. Menjawab pertanyaan Kiswandi, Dra. Hj. Ida Zaniar Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Dikpora Kebumen menjawab bahwa adalah benar siswa reguler yang tidak berada di kelas RSBI di SMPN 1 dan SMPN 3 Kebumen tetap membayar SPP, hal ini dibolehkan sebab RSBI adalah kelembagaan.

Mendapat jawaban ini Kiswandi tidak sependapat dan tidak puas. Selanjutnya Kiswandi berencana untuk menulis surat ke Mendiknas guna memperoleh kejelasan tentang masalah ini.

Sementara informasi yang diperoleh kontributor Lanthing dari Kabupaten Temanggung mengindikasikan hal berbeda. Solihin, seorang guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Temanggung yang dikonfirmasi melalui layanan pesan singkat, menyatakan bahwa di SMPN 1 Temanggung yang berstatus RSBI, untuk siswa yang berada di kelas reguler (bukan di kelas RSBI) tidak dipungut SPP.

Lanjut membaca “Ida Zaniar : SBI Itu Lembaga”  »»
 
©  free template by Blogspot tutorial