30 July 2009

Siapakah Subjek di Sekolah?

Oleh : Agus Purwanto

Saya teringat ketika diminta memberikan paparan dalam IHT di sebuah SMA papan atas, yang dihadiri para guru, karyawan, dan komite sekolah. Saya mengajukan sebuah pertanyaan : Menurut Bapak/Ibu, siapakah yang merupakan subjek di sekolah?.
Saya mendapatkan jawaban beragam. Ada yang menjawab kurikulum, ada juga yang menjawab guru, yang lain menjawab siswa, yang lain menjawab komite sekolah. Artinya belum ada kesepahaman diantara warga sekolah tentang siapa subjek sekolah.
Pun ketika saya memberikan materi pembekalan bagi para calon kepala sekolah, saya meminta peserta menggambarkan : Apa yang terpikir pertama kali ketika mendengar kata 'sekolah'?
Sebagian besar peserta menggambarkan sebuah bangunan gedung sekolah? Hanya sebagian kecil yang menggambar tentang anak-anak atau murid atau gerombolan murid. Apakah salah? Oh ... tentu tidak, sebab itu cerminan dari alam bawah sadar kita tentang 'sekolah'.

Menurut saya, kesepahaman diantara warga sekolah tentang siapa yang menjadi subjek di sekolah adalah sangat penting, karena akan berdampak pada pola pikir dan pola tindak warga sekolah.
Ketika seorang warga sekolah - apalagi itu seorang kepala sekolah - memandang siswa hanya sebagai objek, maka jangan harap ia akan menanyakan pendapat siswa sebelum ia mengambil sebuah keputusan, walaupun keputusan itu berdampak langsung pada siswa sekalipun.
Fakta menunjukkan hal-hal menyedihkan ini. Keputusan tentang pelajaran sore, untuk siswa, pengambilan keputusan tentang kriteria ketuntasan minimal (KKM), keputusan tentang tata tertib untuk siswa, keputusan untuk mengadakan ulangan umum, dan keputusan-keputusan lain yang menyangkut siswa, nyaris tidak pernah dikonsultasikan lebih dulu dengan siswa. Tapi langsung diambil oleh kepala sekolah ataupun oleh guru secara sepihak. Siswa hanya dianggap sebagai objek atau bahkan hanya sebagai pelengkap penderita. Padahal jelas, keputusan-keputusan itu akan berdampak secara langsung terhadap siswa.

Partisipasi anak-anak dalam proses pengambilan keputusan adalah hak mereka, hak-hak anak, yang dijamin dalam UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Dalam praksis penyelenggaraan sekolah semestinyalah anak adalah SUBJEK, dan bukan sekedar objek, apalagi sekedar pelengkap penderita. Ini berarti semua pengambilan keputusan, apalagi yang berhubungan langsung dengan anak, maka anak-anak harus dilibatkan. Dan segala keputusan semestinyalah berpegang teguh pada prinsip dasar yang terbaik bagi anak (the best interest for the child), artinya pertimbangan utama sebuah keputusan adalah apa yang terbaik untuk anak-anak, dan pertimbangan lain menjadi pertimbangan sekunder.
Masyarakat kita yang berciri paternalistik cenderung menempatkan anak pada posisi paling rendah dan tidak proporsional. Kepentingan anak selalu saja dikaitkan dengan kepentingan orang tua. Anak-anak tidak pernah didengar suara dan aspirasinya. Malahan dalam banyak hal suara orangtua (di rumah) dan suara orang dewasa (di luar rumah) dianggap mewakili suara anak-anak.

Bagaimana anak bisa berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan? Apakah justru malah tambah bubrah? Pertanyaan ini memang sering muncul saat orang dewasa akan melibatkan anak-anak dalam proses pengambilan keputusan.
Memang, karena usianya yang masih relatif muda (di bawah 18 tahun), sebagian besar anak belum mampu merumuskan pikiran, ide-ide, dan atau perasaannya secara baik. Namun anak-anak pasti tahu apa yang dipikirkan, apa yang diinginkan, dan apa yang dirasakannya - dan orang dewasapun (setelah mendengarkan anak bercerita) pasti tahu dan paham apa substansi pikiran, keinginan, dan perasaan anak-anak. Dan substansi inilah yang harus diperhatikan dengan seksama dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaannya.

urung rampung ...

Lanjut membaca “Siapakah Subjek di Sekolah?”  »»

28 July 2009

Ulangan Umum, Haruskah?

Oleh : Agus Purwanto

Beberapa teman bertanya dan mempertanyakan mengapa sejak dulu hingga kini sikap saya tidak berubah dalam menyikapi ulangan umum. Bahkan tidak kapok setelah saya 'diadili' dalam forum dihadapkan seluruh kepala SMP/SMA Negeri dan swasta dan pejabat Dinas P dan K.
Tentang penentangan saya terhadap ulangan umum memang panjang, diantaranya :
  • Saya dan kelompok SAKOBERE pernah melakukan investigasi terhadap budgeting ulangan umum yang diselenggarakan oleh K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) SMP, yang berujung pada diadili dan dihukumnya Ketua K3S SMP waktu itu. Hasil investigasi kami membuktikan banyak pernyimpangan dilakukan dalam pelaksanaan ulangan umum yang dikoordinir K3S ini, termasuk dalam hal dana. Muncul fakta bahwa 'laba' ulangan umum dibagi-bagi kepada para kepala sekolah yang jumlahnya mencapai total ratusan juta. Bahkan hingga kini mantan bendahara K3S kala itu, masih menyimpan 'dana tak bertuan' lebih dari duapuluh juta milik K3S. Penanganan dan penggunaan dana ini tak jelas.
  • Saya pernah 'diadili' oleh Kepala Dinas P dan K (Drs. Airmas), dihadapkan dengan seluruh Kepala SMP dan SMA Negeri dan swasta, gara-gara saya meminta klarifikasi tentang pelaksanaan Ulangan Umum Bersama (UUB) di UPTD Kecamatan Gombong melalui 'Selamat Pagi Bupati' (Januari 2006). Kala itu (saya masih menjadi Ketua DPK Kebumen), memaparkan argumentasi dan bukti-bukti di hadapan forum mengapa saya tidak setuju dengan praktik ulangan umum. (terlampir)

Sejak proses persidangan ketua K3S SMP dan lanjutan polemik ulangan umum, praktek ulangan umum yang biasanya diselenggarakan oleh K3S atau MKKS SMP dan SMA menghilang. Termasuk di SMA Negeri 1 Gombong tempat saya mengajar. Sejak kepala sekolah diampu oleh Pak Gunawan hingga Pak Karyono: SMA Negeri 1 Gombong tidak melaksanakan ulangan umum, apalagi ulangan umum bersama sekolah-sekolah lain. SMA Negeri 1 Gombong mengoptimalkan ulangan harian dan tugas-tugas siswa untuk bahan baku penilaian. Hasilnya? Tidak lebih buruk, bahkan UN 2009 lalu untuk mapel Kimia dan Fisika peringkat satu se kabupaten Kebumen, dan hasil UN mapel Sosiologi masuk peringkat dua kabupaten. Saya tidak mengatakan bahwa karena tidak ada ulangan umum maka prestasi siswa meningkat, karena saya belum melakukan penelitian. Tapi yang jelas tanpa ulangan umum prestasi akademik siswa SMA Negeri 1 Gombong tidak lebih rendah ketimbang masih ada ulangan umum.

Trus sekarang apa masalahnya?
Pada awal Juli 2009 lalu, dalam rapat guru, Kepala SMA Negeri 1 Gombong, Drs. Kunaji, saat membahas pra-RAPBS mengemukakan bahwa sekolah akan menyelenggarakan 'ulangan umum', yaitu : ulangan midsemester 1, ulangan semester 1, ulangan mid semester 2, dan ulangan kenaikan kelas. Keempat 'ulangan umum' ini akan diselenggarakan laiknya menyelenggarakan UN atau ulangan umum pada saat lalu, dengan total dana untuk keempat 'ulangan umum' sebesar lebih kurang Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Argumen yang dikemukakan oleh Kepala Sekolah adalah bahwa keempat ulangan umum itu diatur dan ada dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sehingga harus dilaksanakan.
Saat itu Pak Karyono (mantan kepala SMA Gombong yang kini menjadi guru) tidak sepakat dan bahkan mengatakan bahwa penyelenggaraan ulangan umum akan membubarkan tatanan yang sudah baik di SMA Negeri 1 Gombong.

Pun saya juga tidak setuju. Saya sempat konfrimasi kepada salah seorang pengawas, Pak Teguh Supriyadi. Menurut beliau 'ulangan umum' itu memang ada dalam KTSP, namun tidak harus dilaksanakan seperti jaman dulu, bisa disederhanakan.
"
Yang penting substansinya kena, dan dikoordinasi termasuk penjadwalannya oleh sekolah" ujar Pak Teguh.

Ingin saya jelaskan mengapa saya tidak setuju dengan 'ulangan umum' model
jaman gemiyen? Begini :
Saya setuju substansi ulangan umum, sebagai sebuah alat evaluasi setelah siswa mendapatkan materi (pelajaran). Namun saya tidak setuju ulangan umum model
gemiyen yang menghabiskan dana hingga puluhan juta rupiah sekali show. Saya menawarkan model yang lebih efektif dan efisien. Caranya? : setelah guru melaksanakan seri ulangan harian pada tengah semester guru melaksanakan ulangan tengah-semester (mid-semester). Masing-masing guru membuat soal ulangan mid-semester sendiri yang meliputi beberapa kompetensi dasar yang telah diajarkan guru, adapun waktu dan jadwal mid-semester bisa dilakukan oleh sekolah (baca : oleh urusan kurikulum). Mid-semester model ini nyaris tidak memerlukan dana. Andaikan toh ada dana yang dibutuhkan paling diperuntukkan sebagai insentif guru yang menyusun soal mid-semester dan proses koreksinya.
Tadi pagi saya, Pak Yasin, dan Pak Rahmat mencoba menghitung, berpa jumlah insentifnya. Kami berandai bila setiap guru yang membuat soal ulangan mid-semester mengujikannya pada siswanya sendiri, dan kemudian menyerahkan hasil (nilai) midsemester kepada urusan kurikulum, diberi insentif sebesar Rp. 200.000,-. Berdasar hitungan akan ada : Rp. 200.000 x 16 mapel x 3 tingkatan (kelas X,XI, XII) x 4 (setahun ada 4 kali 'ulangan umum') akan diperoleh angka Rp 38.400.000,-. per tahun. Angka ini jauh lebih efisien dibanding biaya ulangan umum model lama yang mencapai angka lebih dari Rp. 100 juta.

Yang diperlukan adalah kontrol sekolah (baca : supervisi kepala sekolah, dan atau urusan kurikulum) dalam pelaksanaannya. Teman saya Pak Adman dari SMP Negeri 1 Sempor menceritakan tentang pelaksanaan model ini di sekolahnya.
"
Begitu guru menyampaikan naskah soal ulangan mid-semester dan nilainya ke urusan kurikulum langsung saya berikan insentifnya, kalau tidak menyerahkan atau terlambat menyerahkan ya tidak ada insentif" papar Pak Adman.

Demikian pula untuk seri ulangan umum lainnya, yaitu ulangan semester, dan ulangan kenaikan kelas dilakukan serupa di atas.
Pelaksanaan model ini memberikan dampak positif :
Siswa sangat menghargai ulangan-ulangan (ulangan harian, mid-semester, semester, dan kenaikan kelas) yang diberikan oleh guru mapelnya, karena nilai ini akan berpengaruh pada hasil nilai raport.
  1. Pengawasan langsung seri ulangan ini oleh guru mapel, mengurangi kemungkinan siswa berlaku curang, seperti halnya yang terkadang dilakukan oleh beberapa oknum siswa saat ulangan umum yang pengawasannya dilakukan oleh guru yang berbeda.
  2. Karena ulangan-ulangan ini disusun sendiri oleh guru mapel masing-masing, maka guru akan trampil (kompeten) membuat berbagai jenis soal dan metode evaluasi yang beragam.
  3. Dan last but not least, tidak membutuhkan dana besar. Sehingga dana ratusan juta yang biasanya untuk ulangan umum model jadul, dapat dialihkan untuk kebutuhan lain yang lebih urgent. Bisa untuk menambah dan memperluas fasilitas 'hotspot' untuk semua warga sekolah, untuk mensubsidi kepemilikan laptop untuk para guru dan karyawan dan atau kebutuhan lainnya yang lebih penting.
BTW, saya menanyakan langsung kepada siswa yang saya ampu (kelas XI-IPA) : Setujukah Anda dengan praktik ulangan umum seperti dulu? atau seperti ketika kamu ulangan umum di SD dan SMP dulu? atau ingin model ulangan seperti yang selama ini telah dilaksanakan di SMA Negeri 1 Gombong?. Jawabnya : mereka semua memilih model ulangan seperti yang telah dilaksanakan selama ini.

Ini sekedar buah pikir, atau lebih tepat dinamakan unek-unek dari saya. Selanjutnya terserah para pemangku kewajiban di SMA Negeri 1 Gombong.
Semoga bermanfaat.

Lanjut membaca “Ulangan Umum, Haruskah?”  »»

24 July 2009

Puluhan Guru Kecelik


Kebumen - Sakobere.

Puluhan guru dari seluruh Jawa Tengah kecelik. Puluhan guru yang telah datang dan bermaksud mengikuti Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Semarang (21/07/09), harus menelan kekecewaan. Mereka pantas kecewa karena ternyata pelatihan yang hendak mereka ikuti telah dilaksanakan oleh LPMP pada sekitar seminggu sebelumnya, tepatnya pada 13 s.d. 17 Juli 2009.

Padahal dalam surat undangan Dinas Pendidikan Propinsi Jateng Nomor 005/20047 tertanggal 29 Juni 2009 yang diterima para guru jelas-jelas tertera pelaksanaan pelatihan Evaluasi Sertifikasi dan Pelatihan Penulisan Karya Tulis Ilmiah akan dilaksanakan tanggal 21 s.d. 25 Juli 2009. Salah seorang guru yang kecelik, Wahyudi, mengatakan bahwa dirinya sempat menginap semalam di LPMP.
"
Ada sekitar 20 lebih guru yang kecelik seperti saya dari seluruh Jawa Tengah. Dari Kebumen dua orang, yaitu saya dan Ibu Tri Kasih Nardhani dari SMP Negeri 2 Kebumen" ujar Wahyudi.
"
Selain dari Kebumen ada juga guru-guru dari Tegal, Ungaran, Salatiga, Semarang, Sukoharjo, Pati, Blora, dan Temanggung. Saya berharap di masa mendatang hal-hal seperti ini tidak terulang" tambah Wahyudi.

Lanjut membaca “Puluhan Guru Kecelik”  »»

23 July 2009

The Best Interest for The Child

Press Release

Berikan Yang Terbaik Untuk Anak

Dalam rangka Hari Anak Nasional 23 Juli 2009, kami Majlis SAKOBERE (Saluran Komunikasi Bersama Reformasi Pendidikan) sebagai salah satu elemen yang tergabung dalam FPAK (Forum Pemerhati Anak Kebumen), perlu menyampaikan hal-hal berikut :
  1. Menyampaikan Selamat Hari Anak Nasional, 23 Juli 2009, kepada semua pemangku kewajiban dan pemangku kepentingan serta masyarakat, khususnya kepada anak-anak Kebumen, teriring harapan agar dimasa mendatang kondisi anak-anak lebih cerah;
  2. Memohon kepada semua pemangku kewajiban dan pemangku kepentingan agar mengedepankan prinsip 'memberikan yang terbaik untuk anak' (The Best Interest for The Child) dengan menempatkan Anak sebagai subjek dan bukan sekedar objek;
  3. Memohon kepada semua pemangku kewajiban dan pemangku kepentingan agar memenuhi hak-hak anak (Hak Hidup, Hak Tumbuh Kembang, Hak Perlindungan, dan Hak Partisipasi) sebagai bagian tak terpisahkan dari Hak Azasi Manusia;
  4. Secara khusus memohon kepada sekolah (siswa, guru, kepala sekolah, karyawan, komite sekolah, dan warga sekolah lain) agar melakukan upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya tindak kekerasan pada anak (murid), termasuk bullying, dan selalu melibatkan anak (murid) dalam setiap proses pengambilan keputusan, khususnya keputusan-keputusan yang berkorelasi dengan anak (murid);
  5. Memohon kepada Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Kebumen agar mendorong sekolah-sekolah menciptakan 'Sekolah Ramah Anak', dan memohon Pemerintah Kabupaten Kebumen agar mendorong terciptanya 'Kota/Kabupaten Ramah Anak'.
Demikian pernyataan kami, atas perkenan dan kerjasama semua pihak kami sampaikan terima kasih.

Ketua

Agus Purwanto





Lanjut membaca “The Best Interest for The Child”  »»

22 July 2009

Kimia Rasa Sejarah


Gombong - Sakobere.

Siapa bilang Indonesia kekurangan guru? Justru kini jumlah guru sudah berlebih. Paling tidak di SMA Negeri 1 Gombong. Jumlah guru di sekolah kategori SKM ini telah berlebih. Untuk matapelajaran Kimia misalnya, kini ada lima orang guru dengan SIM Kimia. Padahal untuk sekolah sebesar SMA Gombong, untuk mapel kimia cukup dengan dua atau tiga orang guru. Namun Pemkab Kebumen tetap mengirim guru CPNS ke SMA Gombong.

Dampak dari kelebihan guru kimia mengakibatkan guru yang bersangkutan terpaksa harus mengampu mapel yang bukan bidangnya. Alhasil Ibu Endang Kinarlin CPNS yang baru rampung prajabatan, walau memiliki SIM Kimia terpaksa mengajar Sejarah, pun dengan Ibu Endah Sugiharti, alumni Kimia IKIP Semarang yang masih CPNS inipun terpaksa mengajar Bahasa Jawa.
Jadilah Bahasa Jawa rasa Kimia atau Kimia rasa Sejarah.

Gejala kelebihan guru pun melanda sekolah lain. Seorang guru sebuah SMK swasta yang terpaksa tutup karena kekurangan murid, kebingungan mencari sekolah baru yang bersedia menampungnya. Hal ini dilakukan agar proses sertifikasi dan tunjangan guru tetap berjalan. Bila tidak mengajar maka tunjangan guru terancam dihentikan.

Lanjut membaca “Kimia Rasa Sejarah”  »»

SAGUSALA Untuk Guru SMA Gombong

Gombong - Sakobere.

Untuk menunjang proses belajar mengajar yang lebih efektif, efisien, dan bermutu. SMA Negeri 1 Gombong dengan dukungan KPRI setempat memfasilitasi guru-guru untuk kepemilikan laptop. Program mirip SAGUSALA, Satu Guru Satu Laptop, untuk tahap awal berhasil mengadakan 22 buah laptop, dan telah diterimakan sabtu lalu (18/07/09).

Hingga saat ini kepemilikan laptop guru SMA Negeri 1 Gombong telah mencapai sekitar 75%, dan diharapkan semua guru memiliki laptop dalam program SAGUSALA tahap kedua.

Dengan ditunjang fasilitas free hotspot di lingkungan SMA Negeri 1 Gombong, diharapkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran akan meningkat.

Lanjut membaca “SAGUSALA Untuk Guru SMA Gombong”  »»

21 July 2009

Moving Class di SMA Gombong

Gombong - Sakobere.

Mulai tahun pelajaran 2009/2010 SMA Negeri 1 Gombong mulai menerapkan sistem 'moving class'. Program ini diperuntukkan bagi kelas X (murid baru). Menurut Kepala SMA Negeri 1 Gombong, Drs. Kunnaji, moving class merupakan salah satu implementasi program SKM (Sekolah Kategori Mandiri). Untuk kelas X kini menggunakan istilah kelas mapel, seperti kelas Kimia, kelas Matematika, kelas Bahasa Indonesia dan seterusnya. Moving class ini membuat murid kelas X tidak lagi memiliki ruang kelas sebagai 'base camp' untuk melatakkan buku-buku dan peralatan sekolah. Dampaknya siswa kemana-mana selalu membawa tas dan perlengkapan belajarnya.
"Kaya lagune Mbah Surip 'tak gendong kemana-mana' tase digawa terus" ujar seorang guru.

Lanjut membaca “Moving Class di SMA Gombong”  »»

Guru SD Gombong Banyak Yang Belum Beroleh NUPTK

Gombong - Sakobere.

Puluhan guru Sekolah Dasar di wilayah UPTD Kecamatan Gombong belum memiliki NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan). Menurut seorang guru di Gombong, ada sekitar 60 orang guru yang belum memiliki NUPTK.

"Syarat utama agar guru dapat mengikuti sertifikasi adalah memiliki NUPTK, jadi kami belum bisa sertifikasi sebelum ada NUPTK" ujar seorang guru SD.
Sementara Ketua PGRI Ranting Gombong, SET Supriyanto, yang dihubungi melalui layanan pesan singkat mengatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan UPTD Kecamatan Gombong agar NUPTK para guru segera keluar.

Lanjut membaca “Guru SD Gombong Banyak Yang Belum Beroleh NUPTK”  »»

17 July 2009

Korban MOS pun Jatuh

Kebumen - Sakobere.

Apa yang dikhawatirkan berbagai pihak berkait ekses negatif Masa Orientasi Siswa (MOS) benar-benar terjadi. Roy Aditya Perkasa, siswa baru SMA Negeri 16 Surabaya meninggal saat hari ke tiga MOS. Demikian dilansir Tribun Timur dalam edisi 15 Juli 2009 dan okezone.com.
Ibunda Roy Aditya, Nani, menjelaskan bahwa anaknya sehat saja saat berangkat sekolah. Dalam wawancara dengan TV-One, Nani menjelaskan bahwa pada hari kedua anaknya mulai stress karena dibebani dengan tugas-tugas aneh membawa benda-benda yang sulit diperoleh, seperti disuruh membawa rafia bening, oleh seniornya.

Dihubungi terpisah ketua Majlis SAKOBERE, Agus Purwanto, mengatakan dirinya sependapat dengan usul Ketua KPAI, Seto Mulyadi, yang mengusulkan agar MOS di tahun mendatang ditiadakan.
"Di beberapa sekolah, MOS lebih banyak mudlaratnya ketimbang manfaatnya" ujar Agus.
Agus juga menyesalkan Dinas Dikpora Kebumen dan para kepala sekolah yang terkesan membiarkan tindakan-tindakan bullying dan kekerasan dalam MOS.
"Saya secara lisan sudah melaporkan pada Wakil Bupati Kebumen, namun saya belum melihat ada tindakan konkrit untuk mencegah dan mengatasi ekses negatif MOS" tambah Agus.

Lanjut membaca “Korban MOS pun Jatuh”  »»

Kebumen Mulai Menggeliat di POPDA


Kebumen - Sakobere.

Setelah menjalani tahun-tahun kering prestasi, dalam Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) tahun 2009 ini Kebumen mulai menggeliat, dengan menduduki posisi ke 16 dari tahun sebelumnya yang menduduki posisi juru kunci, posisi 33. POPDA berlangsung mulai 13 Juli s.d. 17 Juli 2009 di Semarang.
Kontributor SAKOBERE yang mengikuti POPDA melaporkan Tim POPDA Kebumen yang beranggotakan 35 pelajar berhasil mendulang 1 (satu) emas dan 2 (dua) perak untuk cabang panahan, atletik beroleh 1 perak, silat 1 perunggu, sepak takraw putra dan putri 1 perak, cabang volly putra beroleh 1 perak.

Kebumen juga berhasil meraih juara kedua siswa berprestasi SMK, sementara untuk Paskibra Kebumen masuk 4 besar.
Kasie Olahraga Bidang Pemuda dan Olahraga Dinas Dikpora Kebumen, Gim Warjito, menjelaskan bahwa rata-rata dalam lomba Kebumen menempati 4 atau lima besar.
"Ini lompatan besar prestasi dibanding tahun lalu Kebumen berada di posisi 33 tahun ini Kebumen masuk di posisi 16 besar" tambah Gim Warjito.
Sementara juara umum POPDA 2009 diduduki Kota Semarang.

Lebih jauh Gim menjelaskan, prestasi juga ditorehkan Tim Kebumen pada Kejurda Judo di Semarang pada 27 s.d. 28 Juni 2009 lalu. Kebumen yang mengirim 7 atletnya berhasil menggondol 1 medali emas atas nama Galib Sabdo Aji dari SD Kalibeji Sempor, 1 medali perunggu atas nama Riswanto dari SD Tunjungseto Sempor, 2 medali perak atas nama Fitri Ratnasari dan Septianingsih dari SMA Negeri 1 Klirong.

Lanjut membaca “Kebumen Mulai Menggeliat di POPDA”  »»

13 July 2009

MOS 2009, Diwarnai Banyak Penyimpangan


Gombong - Sakobere.

Mulai Senin 13 Juli 2009, Masa Orientasi Siswa (MOS) untuk peserta didik baru dimulai. Berdasarkan kalender pendidikan MOS di SLTP dan SLTA akan berlangsung selama tiga hari hingga rabu, 15 Juni 2009.

Menurut Surat Edaran Dirjen Mandikdasmen Depdiknas, MOS bertujuan untuk memperkenalkan siswa baru dengan suasana baru dan beradaptasi dengan suasana di sekolah baru. MOS diharapkan dilaksanakan dalam suasana kreatif dan menyenangkan. Dalam pernyataannya yang dilansir harian KOMPAS beberapa hari lalu Dirjen melarang keras praktek-praktek perpeloncoan dalam MOS.

Selama ini pelaksanaan MOS sering memunculkan perilaku yang mengarah pada tindakan bullying, perpeloncoan, dan bahkan kekerasan khususnya dari para senior kepada yunior (siswa baru).
Di salah satu SMK swasta yang berlokasi di desa Wero Gombong, murid baru diminta untuk memakai topi terbuat dari 'besek'. Hal serupa terjadi pula pada sebuah SMK swasta di Karanganyar Kebumen.

Penyimpangan MOS di sekolah-sekolah tertentu terkesan dibiarkan oleh kepala sekolah dan para guru maupun oleh Dinas Dikpora, padahal dalam Surat Edaran Dirjen Mandikdasmen No. 220/C/MN/2008 Tentang Masa Orientasi Siswa, Dirjen Mandikdasmen, Prof. Suyanto, Ph.D., menegaskan bahwa h
ari-hari pertama masuk sekolah selama 3 (tiga) hari diisi dengan kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS) yang bersifat edukatif dan bukan mengarah pada tindakan destruktif dan atau berbagai kegiatan lain yang merugikan siswa baru baik secara fisik maupun secara psikologis.
Pada point kedua surat ini Dirjen Mandikdasmen menjelaskan, kegiatan ini bertujuan agar siswa baru mengenal kehidupan lingkungan sekolah dan menyatu dengan warga sekolah dalam rangka mempersiapkan diri mengikuti kegiatan belajar mengajar.

Point selanjutnya dijelaskan bahwa kegiatan MOS dilakukan selama jam belajar antara lain dengan ceramah, pengenalan terhadap program dan cara belajar, tata tertib, kegiatan ekstrakurikuler, lingkungan, serta visi dan misi sekolah, sebagai pembinaan awal ke arah terbentuknya kultur sekolah yang kondusif bagi proses belajar mengajar.

Sementara point terakhir surat Mandikdasmen menegaskan bahwa metode penyelenggaraan diupayakan sedemikian rupa agar menarik dan menyenangkan bagi siswa.


Penyimpangan tidak saja dalam hal 'atribut-atribut pelecehan' yang harus dikenakan siswa baru, namun juga dalam hal waktu pelaksanaan MOS. Di sebuah SMA Negeri papan atas di Kebumen MOS dilaksanakan hingga pk. 16.00 dengan materi PBB. Sementara di SMA Negeri 1 Gombong siswa baru harus datang pk. 06.30. Bahkan pada hari terakhir (rabu, 15 Juli 2009) saat berita ini kami perbarui dan di upload pk. 15.16 acara MOS masih berlangsung.

Lanjut membaca “MOS 2009, Diwarnai Banyak Penyimpangan”  »»

10 July 2009

STOP PERPELONCOAN

Press Release

Berkenaan dengan akan dimulainya tahun pelajaran 2009/2010, kami Majlis Obrolan Merdeka SAKOBERE menyampaikan hal-hal berikut :
  1. Agar pihak sekolah, khususnya SMP/MTs, SMA/MA dan SMK, benar-benar memperhatikan calon siswa yang berasal dari keluarga miskin, khususnya dalam pengenaan biaya sekolah (uang seragam, uang pengembangan, IDOS, dan sebagainya). Sebab disinyalir banyak siswa putus sekolah yang terjadi saat 'perpindahan sekolah' dari SD/MI ke SMP/MTs dan atau dari SMP/MTs ke jenjang SMA/MA/SMK. Sekolah harus menjamin agar mereka tidak putus sekolah dengan alasan dana yang harus ditanggung, dengan cara melakukan subsidi silang atau mengalokasikan dana Bantuan Khusus Murid (BKM) bagi mereka.
  2. Agar para pemangku kewajiban, khususnya Dinas Dikpora Kebumen, sekolah-sekolah, pengurus OSIS dan pihak-pihak terkait dapat menjamin tidak terjadinya praktek-praktek yang mengarah pada perpeloncoan dan bullying dalam pelaksanaan Masa Orientasi Siswa (MOS). Metode penyelenggaraan MOS harus diupayakan sedemikian rupa agar menarik dan menyenangkan siswa, sesuai surat edaran Dirjen Mandikdasmen No. 220/C/MN/2008 Tentang Kegiatan Masa Orientasi Siswa.
Demikian, atas perkenan dan perhatian semua pihak kami sampaikan terima kasih.

Ketua
ttd
Agus Purwanto

Lanjut membaca “STOP PERPELONCOAN”  »»

09 July 2009

Fenomena Genuk

Gombong - Sakobere.

[Anda yang bukan orang Jawa, saya beritahu Genuk adalah wadah beras terbuat dari gerabah. Nama 'Genuk' pun sering dipakai orang Jawa untuk memberi paraban anak perempuan mereka. Tidak jelas mengapa demikian].

Sejak terbit Peraturan Bupati Kebumen Nomor 22 Tahun 2008 tentang APBS, yang melarang pos kesra guru dan karyawan dan pos-pos sejenisnya dianggarkan dalam APBS, banyak sekolah (kalau tak mau dikatakan semua sekolah) kebingungan - atau pura-pura bingung alias mbingungi. Buktinya, ketika BOS naik sejak Januari 2009, hanya 5 (lima) dari lebih dari seratus SMP yang membuat perubahan APBS (keterangan dari Bagian Perencanaan Dinas Dikpora).

Dalam APBS, khususnya SMP, SMA, SMK, pos-pos kesra untuk guru dan karyawan dan pos-pos sejenis selalu tertera. Honor kepala sekolah, honor wakil kepala sekolah, honor wali kelas, pos seragam guru-karyawan dapat dipastikan tertera dalam APBS. Pun pos-pos sosial lain, seperti biaya takziah kalau ada keluarga guru-karyawan yang meninggal, biaya muyi alias bayen, dan berderet biaya-biaya lain termasuk biaya amplop ketika pengawas datang. Kini, semua pos-pos itu tidak mungkin masuk APBS sebab jelas tidak ada pos itu dalam Perbup 22/2008.

Sebab nyaris tidak mungkin menghapus budaya takziah bersama, muyi bersama, dan sebangsanya. Sama sulitnya membiarkan membiarkan para pengawas sekolah pulang tanpa disangoni amplop.

Pertanyaannya : kalau dalam pos APBS tidak tertera, lantas dari mana dana untuk pengeluaran pos kesra tersebut?
Jawabnya : Pendanaan untuk pos kesra berasal dari 'Genuk' sekolah. Bingung?

Sudah jamak diketahui, bahwa hampir tiap sekolah memiliki dana taktis atau dana non budgeter alias genuk. Dana inilah yang selama ini digunakan untuk membiayai kegiatan atau pengeluaran yang tidak memungkinkan diterakan dalam APBS. Contohnya dana untuk nyangoni pengawas atau pejabat Dinas yang datang ke sekolah. Pos ini jelas tidak mungkin dicantumkan dalam APBS, maka isi genukpun dikeluarkan untuk ini.

Genuk diisi dari mark up beberapa kegiatan dan pendapatan-pendapatan lain. Bentuk dan jenisnya beragam, mulai dari model dobel anggaran (satu kegiatan dianggarkan dari dua pos), hingga bathen pengadaan buku, seragam siswa, hingga bathen study tour siswa.
............
kita lanjutkan esok.

Lanjut membaca “Fenomena Genuk”  »»

07 July 2009

Kunnaji : Kepala Sekolah Tidak Wajib Laporkan APBS Pada Guru


Gombong - Sakobere.

Kepala Sekolah tidak memiliki kewajiban untuk melaporkan pelaksanaan APBS kepada guru, melainkan kepada Komite Sekolah. Demikian disampaikan Kepala SMA Negeri 1 Gombong, Drs. Kunnaji pada rapat penyusunan 'Pra-RAPBS' hari ini (07/07/09). Hal ini disampaikan Kunnaji menanggapi permintaasn salah seorang guru, Drs. Rahmat Priyono, MM, agar sebelum menyusun Pra-RAPBS didahului dengan laporan pelaksanaan APBS tahun sebelumnya.

Menurut Rahmat, laporan pelaksanaan APBS sangat perlu untuk mengetahui apakah sebuah mata anggaran terserap atau dialihkan.
"Hak ini juga diatur dalam PP 74 Tentang Guru Pasal 45" ujar Rahmat.

Lampiran : APBS 2008/2009 SMAN 1 Gombong.

Lanjut membaca “Kunnaji : Kepala Sekolah Tidak Wajib Laporkan APBS Pada Guru”  »»

SMA 1 Kebumen Berencana Beli Mobil Sekolah


Kebumen - Sakobere.

SMA Negeri 1 Kebumen berencana membeli mobil sekolah. Seorang siswa kelas XII yang baru lulus tahun ini (kini alumni SMAN 1 Kebumen) menjelaskan bahwa siswa yang lulus dikenakan iuran Rp. 350 ribu per siswa, dan sebanyak Rp. 180 ribu akan digunakan untuk membeli mobil sekolah. Rencana ini menimbulkan pro-kontra. Salah seorang orang tua kelas XII yang baru lulus yang juga pejabat Dinas Dikpora Kebumen, mempertanyakan urgensi memiliki mobil sekolah.
"Apa sudah perlu? Dan lagi surat keluarnya ditandatangani oleh Musyawarah Perwakilan Kelas (MPK)"ujarnya.

Sementara Kepala SMA Negeri 1 Kebumen, Drs. H. Kamid Priyanto, yang dikonfirmasi melalui layanan pesan singkat membenarkan adanya rencana itu.
"Sekolah sebenarnya tidak minta mobil. Bahkan yang dibutuhkan scaner lembar jawab" ujar Kamid. Lebih jauh Kamid menjelaskan bahwa itu adalah inisiatif anak.
Untuk siswa baru, SMA SBI satu-satunya di Kebumen ini mengenakan Rp. 350 ribu terdiri untuk titipan uang operasional Rp. 200 ribu, uang OSIS untuk satu semester Rp. 120 ribu, dan untuk MOS Rp. 30 ribu. Hal ini dijelaskan oleh seorang staf Tata Usaha, Ari Listijono, S.IP. Lebih jauh Ari menjelaskan bahwa untuk uang pengembangan tahun pelajaran 2009/2010 siswa akan dikenakan sekitar Rp. 2 juta.
"Tahun lalu Rp. 1,5 juta" tambah Ari.

Lanjut membaca “SMA 1 Kebumen Berencana Beli Mobil Sekolah”  »»

06 July 2009

Sugiharto : Dana Akreditasi Dari Pusat dan Propinsi


Gombong - Sakobere.

Dana untuk akreditasi berasal dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi. Demikian dikatakan Pengawas SMA Dinas Dikpora Kebumen, Drs. SUgiharto, MM. Hal ini disampaikan Sugiharto ketika memberikan pembekalan acara In House Training (IHT) di SMA Negeri 1 Gombong bertajuk Persiapan dan Sinkronisasi Akreditasi Sekolah (06/07/09).
Ditunjukkan dokumen Anggaran Dinas Dikpora Kebumen Tahun 2009, bahwa ada dana dari pos APBD II (Kabupaten) sebesar Rp. 26 juta, Sugiharto mengatakan tidak tahu menahu.
Lebih lanjut Sugiharto mengatakan bahwa instrumen akreditasi sekarang berbeda dengan instrumen akreditasi terdahulu. "Sekarang ada 165 butir komponen yang akan diuji, dan sekarang bukan hanya ada atau tidak ada, tetapi menggunakan kriteria A, B, C, D, hingga E".

IHT kedua pada liburan semester 2 ini yang dilakukan SMA Negeri 1 Gombong, dimaksudkan untuk persiapan akreditasi sekolah yang akan berlangsung awal bulan agustus 2009 mendatang.
Sementara itu Kepala SMA Negeri 1 Gombong, Drs. Kunnaji, berharap agar akreditasi tahun ini bisa memperoleh nilai lebih baik atau minimal sama dengan hasil akreditasi lima tahun lalu dengan nilai A.

Dokumen : Paparan Akreditasi SMA

Lanjut membaca “Sugiharto : Dana Akreditasi Dari Pusat dan Propinsi”  »»

02 July 2009

Hari Ini, Hari Terakhir PPDB SMA

Gombong - Sakobere.


Hari ini, Kamis 2 Juli 2009, merupakan hari terakhir Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) untuk jenjang SMA.
Berdasarkan pantauan, beberapa sekolah melakukan 'tayang langsung' peringkat PPDB calon siswa yang akan diterima. Di SMA Negeri 1 Gombong, calon siswa dan atau orang tua siswa dapat melihat langsung peringkat calon siswa yang ditayangkan melalui LCD Projector di aula sekolah.

Saat berita ini diunggah (upload) NEM terendah yang diterima di SMA Gombong adalah 32,50. Pada saat-saat akhir menjelang penutupan pendaftaran pk. 12.00 calon siswa dan orang tua tampak menunggu hasil peringkat paling mutakhir melalui tayangan. Selain tayangan, Panitia PPDB juga mengupload peringkat calon siswa melalui internet (www.smansago.com)
Tahun pelajaran 2009/2010 SMA Negeri 1 Gombong menerima 224 siswa (7 kelas, dan tiap kelas berisi 32 siswa).

Hal serupa terjadi di SMP Negeri 3 Gombong. SMP ini juga menayangkan peringkat calon siswa melalui LCD projector.

Lanjut membaca “Hari Ini, Hari Terakhir PPDB SMA”  »»

Foto Ijazah, Dianjurkan Lepas Jilbab

Gombong - Sakobere.

Masalah klasik jilbab muncul lagi. Bagi siswi lulusan SD yang mengenakan jilbab, untuk keperluan foto ijazah dianjurkan untuk melepas jilbabnya. Demikian disampaikan Kepala UPT Dinas Dikpora Kecamatan Buayan, Tukijan. Informasi ini disampaikan Tukijan menyambung informasi yang disampaikan Kasie Kurikulum Pendidikan Dasar Dinas Dikpora Kebumen, Edi Sukamsi dalam pengarahan beberapa waktu lalu.

"Kalau siswi tetap mengenakan jilbab untuk foto ijazah, kami tidak bertanggungjawab" kata Tukijan menirukan

Keluhan tentang siswi berjilbab juga muncul dari stakeholder di sebuah SD di Buluspesantren, yang mengeluhkan tentang seorang siswi kelas 4 yang diminta untuk melepas jilbab kalau mau mengikuti kegiatan Pramuka dan lomba-lomba.

Terpisah, Ketua Majlis Sakobere mengatakan "Semestinya masalah ini sudah tidak ada lagi, pejabat Dikpora tidak perlu mengatakan seperti itu. maksud hati mungkin mengingatkan tapi bisa diartikan berbeda".

Lanjut membaca “Foto Ijazah, Dianjurkan Lepas Jilbab”  »»
 
©  free template by Blogspot tutorial