30 June 2009

Ujian Paket C Tanggal 1 s.d. 4 Juli 2009

Gombong - Sakobere.

Setelah bermasalah berkenaan jadwal ujian, akhirnya ujian Paket C ditetapkan tanggal 1 s.d. 4 Juli 2009. Hal ini dipastikan oleh Abdulah, seorang staf Dinas Dikpora Kebumen yang membidangi PNF (Pendidikan Non Formal) ketika dikonfirmasi melalui layanan pesan singkat kemarin (29/06/09).
Ujian Paket C ini sangat dinantikan oleh banyak pihak, khususnya peserta UN SMA/SMK yang tidak lulus ujian nasional Mei lalu. Mereka berharap bisa lulus ujian Paket C sehingga bisa meneruskan kuliah di perguruan tinggi.
Seorang siswa yang belum lulus dalam UN menyambut gembira kepastian jadwal ujian Paket C.
"Semoga saya bisa lulus Paket C, karena saya sudah diterima di UNNES Semarang, dan pihak UNNES hanya memberi waktu untuk menunjukkan ijazah Paket C sampai bulan Agustus" Ujar siswa tersebut.


Semula Dinas Pendidikan propinsi Jawa Tengah menunda ujian Paket C untuk waktu yang belum ditentukan, penundaan ini akibat belum dilelangnya proyek ujian paket C, khususnya pengadaan soal-soalnya. Berdasarkan aturan nilai proyek senilai lebih dari 50 juta harus dilakukan melalui mekanisme lelang.

Lanjut membaca “Ujian Paket C Tanggal 1 s.d. 4 Juli 2009”  »»

29 June 2009

PPDB SMA 1 Kebumen, Semua Lolos Psikotes dan Wawancara

Kebumen - Sakobere.

Semua peserta tes Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA Negeri 1 kebumen dinyatakan lolos psikotes dan wawancara. Pengumuman hasil PPDB tertuang dalam pengumuman yang ditandatangani kepala SMA Negeri 1 Kebumen, Drs. H. Kamid Priyanto hari ini (29/06/09).
Kondisi berbeda terjadi di SMA Negeri 1 Temanggung, banyak peserta tes PPDB di R-SMA-BI di kota tembakau ini yang dinyatakan tidak lulus psikotes walaupun memiliki nilai UN tinggi.

Dalam pengumuman yang juga dipublikasikan melalui website sekolah (sman1-kbm.sch.id), SMA Negeri 1 Kebumen yang merupakan SBI, tahun ini menerima 257 siswa baru, dengan jumlah total nilai (penjumlahan SKHUN ditambah entrance test dan bonus prestasi) tertinggi 77.74 dan terendah 64,05. Sementara sebanyak 7 peserta dinyatakan masuk cadangan, dan 263 peserta dinyatakan tidak diterima.

Dengan lolosnya semua peserta tes PPDB dalam psikotes dan wawancara, praktis hanya hasil UN (SKHUN) dan entrance test yang menjadi penentu diterima dan tidaknya peserta PPDB menjadi siswa baru SMA Negeri 1 Kebumen.

Dominasi SMPN 1 Kebumen

Dari pengumuman PPDB SMA Negeri 1 Kebumen yang dinyatakan lulus, tercatat sekitar 53% merupakan alumni SMP Negeri 1 Kebumen. Hal ini dianggap wajar mengingat SMP Negeri 1 Kebumen merupakan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional.

Lanjut membaca “PPDB SMA 1 Kebumen, Semua Lolos Psikotes dan Wawancara”  »»

28 June 2009

Tidak Ada Bilung Dalam PPDB SMA Gombong

Gombong - Sakobere.


Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA Negeri 1 Gombong tidak ada jalur Bina Lingkungan (Bilung). Hal ini ditegaskan Ketua Panitia PPDB SMA Negeri 1 Gombong, Hariyadi, S.Pd. Haryadi menjamin bahwa kebijakan tahun ini tidak berubah dengan tahun-tahun sebelumnya.
"Kami berpedoman pada Keputusan Bersama Kepala Dinas Dikpora dan Kepala kantor Depag Kebumen Tentang Penerimaan Peserta Didik Pada TK/RA dan Sekolah/Madrasah Tahun pelajaran 2009/2010" tegas Hariyadi.

Bilung (Bina Lingkungan) adalah eufimisme (istilah halus) untuk 'hak istimewa' calon murid anak-anak dari pejabat dan orang-orang tertentu untuk dapat diterima di sebuah sekolah tertentu walaupun nilainya tidak memenuhi syarat kriteria yang ditetapkan.
SMA Negeri 1 Gombong berencana menerima murid baru sebanyak 7 kelas masing-masing kelas berisi 32 murid. Pendaftaran akan dilaksanakan pada 29 Juni 2009 s.d. 2 Juli 2009. Sementara pengumuman murid yang diterima pada 5 Juli 2009.

Lanjut membaca “Tidak Ada Bilung Dalam PPDB SMA Gombong”  »»

Honda Belum Turun

Gombong - Sakobere.

Telah lebih enam bulan para pegawai honorer menunggu honor daerah (Honda) yang belum turun. Hal ini dikeluhkan beberapa pegawai honorer daerah yang bekerja di Tata Usaha (TU) SMA Negeri 1 Gombong. Seorang pegawai honda di SMA Negeri 1 Gombong, Endang, mengatakan dia dan 9 orang temannya telah menunggu honor daerah lebih dari enam bulan. Menjelang tahun pelajaran baru 2009/2010 honor sebesar sekitar Rp. 230 ribu/bulan ini sangat dinantikan para pegawai honorer, mengingat untuk biaya anak sekolah.

Endang menambahkan, selain honor daerah yang belum turun, rapelan para PNS selama lebih dari 8 bulan juga belum turun, demikian pula dengan rapelan kenaikan pangkat para PNS.
Tercatat Pemkab Kebumen juga belum mencairkan gaji ke-13 untuk PNS, sementara pemkab Temanggung telah mencairkannya pada 16 Juni 2009 lalu.


Lanjut membaca “Honda Belum Turun”  »»

27 June 2009

Dipertanyakan, Kriteria Beasiswa S-1 Untuk Guru SD


Kebumen - Sakobere.

Kriteria beasiswa bagi guru SD yang tengah kuliah S-1 dipertanyakan beberapa pihak. Beasiswa yang diberikan kepada para guru SD yang tengah mengikuti kuliah jenjang S-1 sebesar Rp. 2 juta per tahun, dimaksudkan untuk meringankan para guru untuk mencapai kriteria guru profesional sebagaimana diatur dalam UU Guru dan Dosen.

Seorang guru SD Negeri 3 Sawangan Kuwarasan, Rini Kustanti, mempertanyakan mengapa dirinya tidak diusulkan sebagai penerima beasiswa S-1.
"Ketika pengusulan lalu nama saya masuk, namun tidak mendapatkan beasiswa. Minggu ini teman-teman yang belum dapat beasiswa diminta mengusulkan lagi oleh UPT DInas Dikpora Kecamatan, namun nama saya tidak diusulkan, dan saya tidak lagi diminta untuk melengkapi syarat-sayaratnya" Ujar Rini.
"Kata UPT, kuotanya terbatas, dan diprioritaskan untuk guru SD yang PNS" tambah Rini.
Kepala UPT Dinas Dikpora Kecamatan Kuwarasan, Suwarjo, membenarkan bahwa tidak semua mahasiswa mendapatkan beasiswa.
"Guru yang bersangkutan tengah ada masalah sehingga belum bisa diusulkan" kata Suwarjo.
Sementara Kepala UPT Dinas Dikpora Kecamatan Buayan, Tukijan, mengaku bahwa pihaknya bingung.
"Wah aku sendiri bingung, masalahnya ada yang sudah terima terus putus (tahun lalu terima, namun tahun ini tidak lagi menerima), UPT pada awalnya disuruh usul seluruhnya tanpa kriteria" Jelas Tukijan.
"Yang jelas kuota penerima beasiswa tidak sebanding dengan guru SD yang tengah menempuh S-1. Kuotanya sekitar 400 orang, sementara mahasiswanya ribuan" Tambah Tukijan.

Namun, seorang staf Tendik Dinas Dikpora Kebumen, Endah Susi membantah bahwa kriteria penerima beasiswa tidak jelas.
"Kriteria penerima beasiswa cukup jelas, kami sudah berkirim surat pada masing-masing UPT" jelas Endah.
Berdasar surat Dinas Dikpora No. 800/2263.d tertanggal 22 Juni 2009, empat kriteria mahasiswa yang tidak beroleh dana beasiswa adalah mahasiswa yang telah semester 10 ke atas, yang tengah membuat skripsi, yang terputus-putus kuliahnya, dan menerima dobe anggaran di dua unit kerja.


Lanjut membaca “Dipertanyakan, Kriteria Beasiswa S-1 Untuk Guru SD”  »»

Kontroversi Psikotest PPDB RSBI/SBI

Kebumen - Sakobere.

Psikotes atau tes psikologi menjadi kontroversi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), khususnya pada sekolah bertaraf internasional (SBI) atau Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) Kontroversi ini seolah menjadi penggenap kontroversi SBI/RSBI yang ada selama ini ada.
Seperti diketahui RSBI memiliki banyak 'keistimewaan' dibanding sekolah biasa lainnya, salah satunya dalam PPDB. Bila sekolah lain PPDB cukup diatur di tingkat kabupaten/kota dengan keputusan bersama Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota, PPDB RSBI/SBI diatur oleh pusat (Depdiknas) dengan Keputusan Dirjen Mananejen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Mandikdasmen) Nomor 169/C.C4/MN/2009 Tanggal 10 Februari 2009.
Dalam suratnya Dirjen Mandikdasmen mengatur mekanisme penerimaan siswa baru R-SMA-BI meliputi : Seleksi aministrasi yang meliputi nilai rapor klas VII s.d. IX, Nilai Ujian Akhir Sekolah (UAS), Nilai Ujian Akhir Nasional (UAN), Penghargaan prestasi akademik dan non akademik (kalau ada), Sertifikat dari lembaga kursus bahasa Inggris (kalau ada); Tes kemampuan akademik (achievement test); Tes kemampuan berbahasa Inggris; Tes psikologi (psycho test); dan Wawancara dengan calon siswa dan orang tua/wali.

Pada pelaksanaannya tes psikologi pada RSBI/SBI berbeda-beda. Tes psikologi di SMA Negeri 1 Magelang misalnya, berdasarkan pengumuman No. 420/115/230.SMA.1/09 SMA kategori SBI di Magelang ini hanya menggunakan hasil tes psikologi sebagai pemetaan saat nanti siswa telah diterima, dan tidak digunakan sebagai faktor penentu diterima dan tidaknya calon siswa baru. Lain lagi dengan SMA Negeri 1 Temanggung, SMA RSBI di kota tembakau ini menempatkan tes psikologi sebagai faktor absolut penentu diterima dan tidaknya calon siswa baru. Artinya walaupun seorang calon siswa baru memiliki nilai UN, tes bahasa Inggris, tes kemampuan akademik tertinggi sekalipun, namun bilai gagal dalam tes psikologi calon siswa akan dinyatakan gagal dan tidak diterima sebagai siswa SMA Negeri 1 Temanggung.

Waldhonah, ibu seorang calon siswa baru SMA Negeri 1 Temanggung merasa sangat kecewa dengan mekanisme ini. Putrinya yang memiliki skor akhir nilai akademik 72,295 harus menelan pil pahit, tidak diterima karena gagal dalam tes psikologi, padahal calon siswa lain dengan skor akhir nilai akademik 64,795 namun berhasil dalam tes psikologi dinyatakan diterima.
"Menempatkan tes psikologi sebagai faktor absolut seperti ini tidak adil, mestinya tes psikolgi tidak digunakan secara absolut, tes psikologi sebaiknya sebagai pertimbangan atau menggunakan cara prosentase berbagai tes yang ada" ujar Waldhonah kecewa.

Kemungkinan serupa dapat saja terjadi di SMA Negeri 1 Kebumen, mengingat SMA SBI ini menggunakan cara serupa dengan SMA Negeri 1 Temanggung, dengan menempatkan hasil tes psikologi sebagai faktor penentu absolut diterima dan tidaknya seorang calon siswa. Melalui pengumuman (tanpa nomor) yang juga diterakan dalam website (sman1-kbm.sch.id) SMA ini menempatkan tes psikologi dan wawancara sebagai faktor penentu absolut diterima dan tidaknya calon siswa baru.
Drs. H. Kamid Priyanto, yang dihubungi melalui layanan pesan singkat (sms) membenarkan hal ini.
"Tes akademis plus nilai UN plus piagam dirangking. Terus psikotes dirangking nilai kecerdasan yang rata-rata baik, besok senin diumumkan secara transparan" jelas Kamid.
"Psikotes mutlak. Yang dibutuhkan 256 yang kecerdasan 115 ke atas ada 360" tambah Kamid.

Jalan tengah ditempuh oleh SMA Negeri 1 Tanjungpinang. SMA SBI ini membotot tes psikologi sebesar 20% dalam penentuan penerimaan siswa baru. Sementara skor nilai UN dibobot 30%, skor nilai raport dibobot 20%, dan skor nilai akademis dibobot 30%.




Lanjut membaca “Kontroversi Psikotest PPDB RSBI/SBI”  »»

23 June 2009

Ujian Paket C Ditunda Tanpa Kejelasan

Kebumen - Sakobere.

Ujian Kejar Paket C (setara SMA) yang sedianya dilaksanakan hari ini (23 juni 2009) ditunda. Demikian dijelaskan seorang staf Dinas Dikpora Kebumen yang mengurus Paket C, Abdulah. Abdulah yang dihubungi kontributor SAKOBERE melalui telpon semalam menjelaskan bahwa Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Tengah tidak memberikan kepastian waktu kapan Ujian Kejar Paket C akan dilaksanakan.
"Untuk pelaksanaan ujian Paket C semua ditentukan oleh DInas Pendidikan Propinsi, kami di kabupaten/kota hanyalah pelaksana" ujar Abdulah.
Lebih jauh Abdulah menjelaskan berdasarkan hasil rapat dirinya di Dinas Pendidikan propinsi Jawa Tengah (21/06/09), pihak Dinas Pendidikan Propinsi memberikan penjelasan bahwa penundaan diakibatkan karena proyek Ujian Paket C (pengadaan soal dan sebagainya) belum dilelang.
"Dinas Pendidikan Propinsi Jateng tidak berani melakukan penunjukkan langsung seperti tahun-tahun sebelumnya, mengingat nilai proyek mencapai ratusan juta dan proyek dengan nilai di atas 50 juta harus dilelang, sehingga mengandung kerawanan administrasi dan hukum bila tidak dilakukan lelang" tambah Abdulah.

Penundaan ujian Paket C ini berpotensi merugikan murid yang tidak lulus UN SMA namun telah diterima di perguruan tinggi. Seorang murid yang tidak lulus UN SMA namun telah diterima di Unnes mengatakan bahwa pihak Unnes memberikan kesempatan menunjukkan ijazah Paket C paling lambat Agustus 2009.
"Tidak tahu apakah saya jadi kuliah ataukah harus kehilangan kesempatan" kata sang murid malang.

Lanjut membaca “Ujian Paket C Ditunda Tanpa Kejelasan”  »»

22 June 2009

Skep Bersama PPDB Perlu Direvisi

Gombong - Sakobere.

Beberapa sekolah mengaku bingung dengan Skep Bersama Ka Dinas Dikpora dan Ka Kandepag tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2009/2010.
Berdasarkan pencermatan Majlis SAKOBERE terdapat beberapa 'catatan' yang terdapat dalam Surat Keputusan Bersama Kepala Dinas Dikpora Kebumen No. 421/2182/2009 dan Kepala kantor DEPAG Kebumen No. Kd.11.05/4/PP.01.1/1039/2009 Tentang Penerimaan Peserta Didik Pada TK/RA dan Sekolah/Madrasah Tahun Pelajaran 2009/2010, diantaranya :
  • Pertama, dalam pasal 10 ayat (1) disebutkan : Seleksi calon peserta didik kelas X (sepuluh) SMA/SMALB/MA dilakukan berdasarkan peringkat nilai Ujian Akhir Nasional SMP/SMPLB/MTs untuk tiga mata pelajaran kewenangan pusat (tertulis) atau telah lulus dengan memiliki SHKUN/STL, dengan mempertimbangkan aspek jarak tempat tinggal ke sekolah, bakat olahraga, bakat seni. Hal ini membingungkan karena kita tahu bahwa mapel yang di UN-kan di SMP/MTs ada empat mapel, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA. Nah, kalau hanya tiga mapel UN mapel yang mana saja?. Dan apa yang dimaksud dengan mempertimbangkan aspek jarak?
  • Kedua, dalam pasal 12 ayat (2) tertera : Calon peserta didik dari lain propinsi/Luar Negeri harus harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas Propinsi asal dan yang dituju. Pertanyaannya adakah propinsi kita di luar negeri? Propinsi New Zealand? Dan lagi pasal ini sungguh merepotkan. Bayangkan saja bila murid dari SMP di Timika Papua akan melanjutkan sekolahnya ke SMA Negeri 1 Gombong, maka si murid harus mengurus rekomendasi ke Jayapura (ibukota Papua) dilanjutkan ke Semarang (ibukota Jateng) barulah bisa mendaftar di SMA Gombong. Repot dan boros! Bukankah kini telah ada NISN? dan bukankah kini urusan pendidikan adalah wewenang kabupaten/kota?, dan apa perlunya Dinas Pendidikan Propinsi mengurusi sampai rekomendasi murid, bukankah cukup bila sekolah asal dan sekolah yang dituju membuat laporan untuk Dinas Pendidikan Propinsi?
  • Ketiga, Coba simak Pasal 12 ayat (1) : Calon peserta didik antar sekolah/madrasah Indonesia dalam satu kabupaten/kota/propinsi yang tidak berbatasan langsung, dapat diterima maksimal 10% sedangkan yang berbatasan langsung agar dikoordinasikan dengan kabupaten/kota yang terdekat. Pasal 12 ayat (1) dan juga pasal 12 ayat (2) jelas bertabrakan dengan Pasal 3 (d) : Penerimaan anak didik dan siswa baru harus berasaskan a. obyektivitas, artinya .... ; b. transparansi, artinya ... ; c. akuntabilitas, artinya ....; d. tidak diskriminatif, artinya setiap warga negara yang berusia sekolah dapat mengikuti program pendidikan di wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia tanpa membedakan daerah asal, agama, dan golongan; e. tidak ada penolakan dalam penerimaan peserta didik baru, termasuk bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus, kecuaali daya tampung sekolah terbatas.
  • Keempat, dalam pasal 9 ayat (3) butir 4. 3) (halaman 7 bagian akhir) dinyatakan : Prestasi tersebut di atas dapat diakui apabila dicapai siswa (siswa apa peserta didik? kok tidak konsisten?-Red) dalam kurun waktu 2 (dua) tahun (Juli 2009 sampai dengan Juni 2010). Kalau kurun waktu dua tahun semestinya Juli 2007 s.d. Juni 2009 bukan? Dan lagi apa alasannya dua tahun? Mengapa tidak ditulis : selama calon peserta didik duduk di SMP/MTs/SMPLB?
  • Kelima, coba cermati juga pasal 9 ayat (5) tertulis : Bagi tamatan SDMI/SDLB/SLB Tingkat Dasar sebelum tahun 2009/2010 dapat menggunakan jumlah nilai 3 (mata) pelajaran (Matematika, Bhs. Indonesia, IPA) pada SKHU, setelah dikonversikan dengan index 0,75 (nol koma tujuh lima) sebagai pengganti UASBN. Perlu dicatat UASBN di SD/MI telah dua kali dilaksanakan yaitu pada tahun pelajaran 2007/2008 dan tahun pelajaran 2008/2009. Jadi semestinya ... sebelum tahun 2007/2008 dapat menggunakan ....
Silahkan Download SK Bersama PPDB 2009, disini.
Nah kalau lampiran SK Bersama PPDB 2009, wonten mriki.

Dengan kerendahan hati kami Majlis SAKOBERE berdasarkan masukan beberapa teman di lapangan, menyampaikan usulan revisi SK Bersama PPDB 2009.
Silahkan download disini.

Lanjut membaca “Skep Bersama PPDB Perlu Direvisi”  »»

Penguasaan IT (Sebagian) Guru Masih 'Grathul-grathul'

Gombong - Sakobere.


Penguasaan guru-guru SMA Negeri 1 Gombong terhadap IT sangat bervariasi, bahkan sebagian masih grathul-grathul. Demikian dikatakan Drs. Edi Sulistyo, pada pembukaan In House Training SMA Negeri 1 Gombong. Selaku Ketua Panitia IHT Edi berharap agar para guru yang masih grathul-grathul segera bisa menyusul rekan-rekannya.
IHT yang akan diselenggarakan selama dua hari, 22-23 Juni 2009, dibuka oleh Kepala SMA Gombong, Drs. Kunnaji. Kepala Dinas Dikpora yang diharapkan bisa hadir, tidak nampak. Pun Ketua Komite Sekolah SMA Gombong, Ngadiyo juga tidak tampak hadir. Menurut Kunnaji keduanya tidak hadir disebabkan ada tugas lain.

Kunnaji menjelaskan bahwa IHT diharapkan mampu menunjang kinerja SMA Gombong memasuki tahun ketiga sebagai Sekolah Kategori Mandiri (SKM).
"SMA Gombong mulai tahun depan akan menerapkan moving class, sementara untuk sistem Satuan Kredit Semester (SKS) belum bisa dilaksanakan karena belum ada petunjuk aturannya" jelas Kunnaji.

Selama dua hari IHT para guru akan diberikan materi MS Words, Excel, Power Point, dan pengetahuan tentang website.

Lanjut membaca “Penguasaan IT (Sebagian) Guru Masih 'Grathul-grathul'”  »»

21 June 2009

Catatan Jelang Tahun Pelajaran Baru : Dari PPDB Hingga Bilung

Oleh : Agus Purwanto

Menjelang berakhirnya tahun pelajaran ini, ada wacana menarik yang muncul (paling tidak yang saya amati dan minati), yaitu :

  1. Masalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) alias Penerimaan Siswa baru; dan
  2. Masalah Kepindahan Murid dari satu sekolah ke sekolah lain.
Kita mulai dari masalah pertama PPDB

Untuk jenjang PAUD atau TK nyaris tidak ada masalah selain masalah biaya. Beberapa PAUD atau TK/RA tertentu memang pasang tarif nyaris setara biaya masuk perguruan tinggi. Tapi karena PAUD dan TK/RA tidak masuk 'Wajar Dikdas' umumnya masyarakat berpendapat : silahkan saja pilih, mau milih PAUD atau TK/RA yang berbiaya mahal atau murah, dan atau bahkan tidak masuk PAUD atau TK/RA pun terserah saja. Walaupun pendapat ini tidak sepenuhnya benar, karena PAUD dan TK/RA juga teramat penting mengingat anak-anak usia PAUD dan TK/RA adalah golden age yang sangat menentukan cetak biru anak kelak.
Masalah mulai muncul pada PPDB SD/MI. Pasalnya beberapa SD (yang kebanjiran peminat alias SD favorit) menyelenggarakan 'test masuk' dengan materi tes berupa materi akademik seperti membaca dan berhitung. Sesuai aturan PPDB SD, dalam hal sebuah SD kebanjiran peminat, sekolah hanya diperkenankan melakukan seleksi berdasarkan usia dan tempat tinggal. Pada prakteknya beberapa SD favorit di Gombong dan Kebumen melakukan seleksi akademik. Pertanyaannya, apakah Dinas Dikpora tidak tahu? Jawabnya : Pasti tahu, hanya kura-kura dalam perahu atau melakukan pembiaran. Sehingga praktek seleksi akademik pada SD favorit tetap berlangsung tanpa hambatan.

PPDB pada SMP/MTs (dari SD/MI ke SMP/MTs), kini diharapkan lebih sederhana ketimbang tahun sebelumnya, mengingat kini sudah ada 'alat' yang sama untuk melakukan seleksi, yaitu : Nilai UASBN. Diharapkan pula kecurigaan masyarakat terhadap PPDB model test seperti yang selama ini berjalan di SMP dapat terelimininasi.
Masalah mulai muncul biasanya ketika (orang tua) calon murid melihat syarat biaya yang harus ditanggung orang tua calon murid, mulai biaya seragam dan lain-lain - yang pada sebagian sekolah mencapai ratusan ribu bahkan jutaan rupiah. Padahal semestinya segala biaya itu dirembug bareng setelah anak masuk.

PPDB SMA/MA/SMK nyaris sama dengan PPDB SMP/MTs. Sebagian besar (atau nyaris semua) SLTA menggunakan alat yang sama yakni nilai UN sebagai alat seleksi. Khusus untuk sebagian SMK menggunakan alat seleksi tambahan tertentu sesuai dengan kekhususan jurusan SMK.
Masalah yang selama ini muncul dan belum pernah teratasi adalah ketika beberapa SMK merekrut murid baru sebanyak-banyaknya. Akibatnya pelayanan pembelajaran menjadi terabaikan. SMK-SMK yang 'serakah' ini menggunakan dalih pasar bebas untuk justifikasi perilakunya. Mereka tidak segan-segan membuka kelas pagi-siang (double shift) dan menambah jumlah murid dalam satu kelas. Padahal secara teori sekolah dengan double shift ini mestinya baru bubar sekolah (untuk shift siang) pada pukul 21.00 alias jam 9 malam! Faktanya sekolah-sekolah double shift ini memulangkan murid-murid shift siang pada jam 18.00 atau bahkan sudah ada yang pulang sekolah pada jam 17.00. Luar biasa!.
Apakah Dinas Dikpora tidak tahu? Jelas tahu. Tapi Dinas Dikpora tidak pernah memiliki nyali untuk menindaknya, walaupun aturan main tentang ini sudah sangat jelas. Mengapa tidak ditindak? Ya ... embuh.

Kedua, tentang Perpindahan Murid dari Sekolah satu ke Sekolah Lain

Ketertarikan saya dimulai ketika Kepala SMA Negeri 1 Gombong, Drs. Kunnaji, mewacanakan sebuah aturan perpindahan murid ketika rapat guru (15/06/09) lalu. Salah satu wacana yang disampaikan adalah tentang syarat seorang murid bisa pindah ke SMA Negeri 1 Gombong bila murid itu juga berasal dari SMA Negeri (dari negeri ke negeri). Syarat lainnya adalah murid yang bersangkutan harus memiliki nilai UN sama atau lebih besar nilai UN masuk murid pada tahun bersangkutan.

Pertanyaannya, mengapa dari 'negeri ke negeri'? Menurut Kunnaji ada aturannya. Hanya saja beliau belum bisa menunjukkannya.
Tanpa bermaksud menentang pimpinan, naluri berpikir saya tergelitik :
Kebijakan perpindahan murid yang membatasi (hanya) 'dari negeri ke negeri' seolah menegaskan masih ada paradigma ambigu yang membedakan kelas sekolah negeri dan sekolah non negeri. Padahal paradigma pembedaan ini telah jadul bin janggem (jaman dulu bin jaman gemiyen), dan telah dihapuskan melalui UU Sisdiknas.
Anggapan bahwa (murid) sekolah non negeri kurang bermutu dibanding sekolah negeri, kini jelas terbantahkan. Apakah (murid) SMA Taruna Nusantara Magelang kalah mutu dengan SMA Negeri di Kebumen? Jelas tidak.
Dalam konteks SMA Negeri 1 Gombong aturan perpindahan hanya dari negeri ke negeri bahkan menjadi tidak relevan ketika ada aturan murid pindahan harus melewati batas bawah nilai UN PPDB SMA Negeri 1 Gombong.

Masalah lain yang juga menarik adalah : Apakah anak guru sebuah sekolah, ambil contoh anak guru SMA Negeri 1 Gombong yang memiliki nilai UN di bawah batas bawah PPDB SMA Negeri 1 Gombong memiliki hak istimewa untuk bisa masuk sebagai murid SMA Negeri 1 Gombong?
Pertanyaan ini muncul dari beberapa stakeholder sejak diberlakukannya PP No 74 Tahun 2008 Tentang Guru. Dalam pasal 27 ayat (1) PP ini dinyatakan : Satuan pendidikan memberikan kemudahan sebagaimana dimaksud pasal 26 huruf b berupa kesempatan dan/atau keringanan biaya pendidikan bagi putra dan/atau putri kandung atau anak angkat Guru yang telah memenuhi persyaratan akademik, masih menjadi tanggungannya dan belum menikah. Sementara pada ayat (2) dinyatakan : Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kemudahan sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal ini menimbulkan multitafsir dan pro-kontra. Satu pihak berpendapat bahwa anak guru bisa masuk sekolah manapun (apalagi sekolah dimana guru itu mengajar) berapapun nilai UN-nya termasuk kemudahan pembiayaannya - di pihak lain berpendapat bahwa itu tidak berlaku, artinya anak guru juga terkena perlakuan yang sama. Anak guru hanya beroleh kemudahan bidang pembiayaan dan bukan lainnya.

Perlu diketahui sejak era kepala sekolah Drs. Gunawan hingga saat ini, SMA ini memberlakukan aturan yang sama untuk siapapun. Tak peduli anak Bupati atau anak guru sendiri, aturan PPDB sama. Artinya walaupun itu anak guru SMA Negeri 1 Gombong, namun bila nilai UN SMPnya tidak memenuhi batas bawah, yang bersangkutan tidak bisa tercatat sebagai murid di SMA Negeri 1 Gombong. Aturan ini sempat memicu friksi saat awal diberlakukan.

Menjadi rahasia umum, beberapa sekolah memberlakukan 'kebijakan Bilung' (bina lingkungan) dalam PPDB, dimana anak-anak orang tertentu, walau nilai UN-nya tidak memenuhi syarat, tetap bisa masuk sekolah yang diinginkan. Kebijakan Bilung ini sungguh mencederai rasa keadilan masyarakat. Saya pernah mengalaminya. Dua tahun lalu anak kedua saya, Hanif, lulus SD dan hendak melanjutkan ke SMP. (Bukan di Kebumen, di Temanggung). Di Temanggung, sebelum ada UASBN telah diberlakukan UASBD (Daerah). Berbekal nilai UASBD, Hanif saya daftarkan ke SMPN 2 Temanggung, dan rontok pada hari pertama karena nilai UASBD di bawah batas bawah UASBD SMPN 2 Temanggung. Kemudian saya daftarkan di SMPN 1 Temanggung. Hari terakhir pendaftaran, saya pantau perkembangan rangking anak saya dari detik ke detik di SMPN 1 Temanggung. Pada sekitar Jam 10 Panitia PSB mengumumkan rangking PSB, dan Hanif tergusur, terpaut kurang dari satu digit dari batas bawah. Akhirnya saya daftarkan ke SMP Negeri 3 Temanggung. Di SMPN 3 Temanggung inilah Hanif diterima.
Namun seminggu kemudian saya dikejutkan karena anak tetangga saya diterima di SMPN 1 Temanggung padahal nilai UASBD-nya terpaut hampir 4 digit di bawah Hanif.
Jelas saya sakit hati - sayang istri saya melarang saya untuk protes. Sementara laporan lisan saya ke Dewan Pendidikan Temanggung, tidak ditindaklanjuti.

urung rampung ... ngantuk

Lanjut membaca “Catatan Jelang Tahun Pelajaran Baru : Dari PPDB Hingga Bilung”  »»

20 June 2009

Penjurusan, Sebuah Catatan Kecil

Oleh : Agus Purwanto

Pada Sekolah Menengah Atas (SMA), tiap kali kenaikan kelas X ke kelas XI (kelas I SMA ke kelas II SMA) selalu disertai dengan 'penjurusan'. Artinya ketika seorang murid SMA naik dari kelas X ke kelas XI, ia harus masuk salah satu jurusan : IPA, IPS, atau Bahasa (umumnya). Murid diberi 'kebebasan untuk memilih' jurusan apa yang ingin dimasukinya.
Sengaja saya beri tanda petik kata 'kebebasan untuk memilih', karena pada prakteknya kebebasan memilih ini tidak benar-benar bebas sesuai keinginan si murid. Kebebasan ini dibatasi oleh nilai yang diperoleh dan tertera dalam raport. Misalnya murid yang memiliki nilai tidak tuntas dalam mapel kategori MIPA (Matematika dan IPA) dia tidak boleh mengambil jurusan IPA, walaupun dia bercita-cita ingin menjadi ahli nuklir dan minatnya terhadap ilmu-ilmu MIPA sebesar gunung sekalipun. Dia harus masuk jurusan IPS atau Bahasa. Dan itu berlaku sebaliknya.

Andaikan seorang murid memiliki nilai tuntas-tas-tas di semua mapel, si murid akan dipersilahkan (oleh gurunya) memasuki jurusan yang nilai mapelnya tertinggi. Misalnya seorang murid dengan nilai rata-rata mapel MIPA 80 dan nilai rata-rata mapel IPS 85, maka dia wajib masuk jurusan IPS. Kebijakan ini biasanya terjadi pada SMA papan atas, dimana murid-muridnya memiliki nilai tuntas untuk semua mapel. Prosentase murid-murid SMA papan atas yang memilih jurusan IPA jauh lebih banyak daripada jurusan IPS dan Bahasa. Belum jelas benar, mengapa bisa terjadi demikian. Ambil contoh di SMA Negeri 1 Gombong. Seorang guru SMA kategori SKM ini mengatakan bahwa 90 % murid kelas X SMA Gombong memilih jurusan IPA, sementara sisanya memilih IPS, dan bahkan hanya seorang murid yang memilih jurusan Bahasa. Namun SMA Gombong hanya mengakomodir kurang dari separo murid-muridnya yang menginginkan masuk jurusan IPA. Dari tujuh kelas XI yang ada di SMA Gombong, sebanyak tiga kelas jurusan IPA dan sisanya empat kelas jurusan IPS. Alasannya? "Lha kalau dituruti keinginan murid nanti guru IPS ngajar apa?" ujar seorang guru.

Saya sering menjumpai fenomena menarik dan pro-kontra penjurusan ini. Diantaranya : Si A seorang murid SMA SBI, ketika naik kelas XI oleh gurunya Si A dijuruskan agar masuk IPS, alasannya nilai mapel Fisikanya tidak tuntas, padahal Si A ingin dan berminat masuk jurusan IPA karena dia ingin melanjutkan studi di geofisika. Permintaannya agar dia bisa masuk jurusan IPA ditolak gurunya, pun permintaan orang tuanya agar si Anak bisa masuk IPA. Sekolah tetap kekeuh, tidak mengijinkan Si A masuk IPA.
Akhirnya orang tua Si A memindahkannya ke sekolah swasta yang mau menerima anaknya di jurusan IPA.
Dan tahukah Anda, Si A lulus UN tahun ini dengan nilai UN mapel Fisika sebesar 9.75 dan Si A diterima di jurusan Geofisika UGM!
Ini bukan fenomena satu-satunya, saya mencatat beberapa contoh lain peristiwa serupa.

Kadang dilematis, antara prinsip the best interest for the child dengan menempatkan murid sebagai subjek, dan 'menjaga keseimbangan sekolah'.

Catatan : bukan karena saya guru kimia lho - saya memiliki pengalaman serupa, ketika SMA. Hanya karena nilai mapel PMP (Pendidikan Moral Pancasila) beroleh angka merah di raport maka saya diwajibkan masuk IPA, dan akhirnya kesasar di Kimia. Padahal minat saya pada ilmu-ilmu filsafat dan sosial.

Lanjut membaca “Penjurusan, Sebuah Catatan Kecil”  »»

16 June 2009

Murid Pindahan Harus Sesuaikan KKM?


Gombong - Lanthing.

Imron Hidayat, adalah mantan murid SMA Negeri 1 Gombong yang pindah ke SMA Negeri 1 Kebumen pada awal semester 2 kelas X (klas I SMA).
Pagi ini sekitar jam 7.30, Imron yang kini duduk di kelas X-10 Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) menghadap Waka Kurikulum SMA Negeri 1 Gombong, Wahyu Sapto Hartono, S.Pd.,. Imron meminta agar dirinya diperbolehkan memperbaiki nilai raport semester 1 klas X (remidial) ketika dirinya masih duduk di kelas X-2 SMA Negeri 1 Gombong. Imron beralasan dirinya diperintah Waka Kurikulum SMA Negeri 1 Kebumen agar mengurus nilai raport semester 1, yang sebagian mata pelajarannya belum memenuhi KKM (batas tuntas) SMA Negeri 1 Kebumen sebagai SBI sebesar 75.
"Saya diminta kesini untuk memperbaiki nilai raport saya di semester 1 agar memenuhi KKM di SMA 1 Kebumen, karena disana SBI" ungkap Imron Hidayat.

Menanggapi permintaan ini, Drs. Wahyu Sapto, menyatakan bahwa tidak mungkin mengubah raport.
"KKM SMA Negeri 1 Gombong memang berbeda dengan SMA Negeri 1 Kebumen, ketika menerima murid pindahan kan sudah tahu, mengapa sekarang kita yang diminta menyesuaikan, itu tidak mungkin" jawab Wahyu.
Kasi Kurikulum Dikmen Dinas Dikpora, Drs. Maskemi, M.Pd., yang dihubungi via telpon, menyatakan hal senada.
"Mestinya itu sudah selesai ketika murid pindah ke SMA Negeri 1 Kebumen" kata Maskemi. Maskemi berjanji akan berkordinasi dan klarifikasi dengan Kepala SMA Negeri 1 Kebumen.

Lanjut membaca “Murid Pindahan Harus Sesuaikan KKM?”  »»

15 June 2009

23 Juni, Ujian Kejar Paket C


Kebumen - Lanthing.

Dari sekitar 800 peserta Ujian Nasional SLTA yang tidak lulus baru sekitar 300 peserta yang mendaftar untuk mengikuti ujian Kejar Paket C. Hal ini disampaikan seorang Kepala Seksi bidang Pendidikan Non Formal (PNF) Dinas Dikpora Kabupaten Kebumen, Abdulah. Sesuai jadwal ujian Paket C (setara SLTA) akan diselenggarakan tanggal 23 Juni 2009 di Kebumen.
Dihubungi via telpon Abdulah mengatakan bahwa hingga Senin, 15 Juni 2009 baru sekitar 300 peserta yang mendaftar untuk mengikuti ujian Paket C.
"Sementara kami dibatasi tenggat waktu, besok siang (selasa, 16 Juni 2009), kami harus mengirimkan berkas-berkas peserta yang akan mengikuti ujian Paket C ke Semarang" jelas Abdulah.

Ujian Paket C merupakan 'katup pengaman' bagi peserta UN yang belum lulus, sehingga mereka bisa beroleh ijazah setara SLTA dan melanjutkan kuliah di perguruan tinggi. Namun Kejar Paket C ini mendapat sorotan, karena hanya ada Kejar Paket SMA. Hal ini membuat peserta UN dari SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) terpaksa mengikuti ujian Paket C (SMA), dan ijazah yang diperolehpun ijazah Kejar Paket C setara SMA bukan SMK.

Lanjut membaca “23 Juni, Ujian Kejar Paket C”  »»

Sepi Peminat, Program Bahasa Ditiadakan


Gombong - Lanthing.

Tahun Pelajaran 2009/2010 Program Bahasa (jurusan Bahasa) di SMA Negeri 1 Gombong ditiadakan. Penutupan program ini disebabkan minat murid untuk masuk Program Bahasa sangat rendah. Berdasar angket yang disebar pada kelas X, hanya ada satu murid yang berminat masuk Program Bahasa.
Minat murid masuk Program Bahasa memang fluktuatif. "Program Bahasa ini dari tahun ke tahun berselang-seling, ada kemudian tidak ada berselang-seling" ujar seorang guru senior, Drs. Setiyono Hadi.

Jurusan/program IPA masih menjadi favorit murid kelas X. "Berdasar angket hampir 90% murid kelas X berminat masuk jurusan IPA namun tentu saja tidak semua bisa dipenuhi" jelas seorang wali kelas X.
Tercatat 121 murid kelas X yang naik kelas XI masuk jurusan IPA (3 kelas), dan 159 masuk jurusan IPS (4 kelas).
Kepala SMA Negeri 1 Gombong, Drs. Kunnaji, menjelaskan bahwa seluruh murid kelas X berhasil naik kelas XI.

Satu Murid Tidak Lulus UN

Sementara untuk kelulusan Ujian Nasional, Kunnaji menjelaskan ada satu peserta UN SMA Negeri 1 Gombong yang tidak lulus.
"Murid yang tidak lulus ini, sakit - bahkan hari pertama masih diinfus - ketika pelaksanaan UN, sudah kami sarankan agar ikut UN susulan saja, tapi yang bersangkutan memilih UN bersama teman-temannya" tambah Kunnaji.

Lanjut membaca “Sepi Peminat, Program Bahasa Ditiadakan”  »»

11 June 2009

Terbentuk, Forum Pemerhati Anak Kebumen


Karanganyar - Lanthing.

Para pemangku kewajiban dan pemangku kepentingan (stakeholders) bersepakat membentuk jejaring berformat 'forum komitmen' dalam rangka pengarusutamaan hak-hak anak dan menuju Kebumen menjadi kota dan atau kabupaten layak anak. Stakeholder yang hadir dalam Semiloka Membangun Jejaring Stakeholder untuk Pengarusutamaan Hak-hak Anak dan Partisipasi di Candisari (10-11/06/09) sepaham bahwa banyak masalah serius pada anak-anak Indonesia, masalah yang multikompleks dan multiaspek, sehingga diperlukan sinergisitas seluruh stakeholder untuk mengatasi masalah tersebut.
Selanjutnya peserta semiloka bersepaham menamakan jejaring dengan nama 'Forum Pemerhati Anak Kebumen' (FPAK). Terpilih sebagai 'pengurus' FPAK Agus Purwanto (Majlis SAKOBERE), Umi Mujiarti, SH. (PAKHIS), Murtiningsih (BPPKB), Nunung Awaliyah (KPI), dan Suranto (Plan Kebumen).
"FPAK akan mendorong dan membantu BPPKB sebagai pemangku kewajiban dalam rangka menjamin pemenuhan hak-hak anak di Kebumen" Ujar Agus Purwanto.

Lanjut membaca “Terbentuk, Forum Pemerhati Anak Kebumen”  »»

Diperlukan Jejaring Untuk Atasi Masalah Anak


Karanganyar - Lanthing.

Masalah anak merupakan masalah yang sangat penting, rumit, dan besar, serta mendesak untuk dicarikan solusi. Kelalaian atau pengabaian kita dalam mengatasi berbagai persoalan menyangkut anak akan berdampak serius bagi masa depan anak dan masa depan bangsa di masa mendatang. Hal ini dikatakan Ketua Majlis SAKOBERE, Agus Purwanto, ketika mengantarkan diskusi dalam semiloka 'Membangun Jejaring Stakeholder Untuk Pengarusutamaan Hak-hak Anak dan Partisipasi Menuju Kebumen Kota Layak Anak' di Hotel Candisari Karanganyar Kebumen (10/06/09. Semiloka yang akan berlangsung hingga 11 Juni 2009 diikuti sekitar 60 peserta dari berbagai pemangku kewajiban dan pemangku kepentingan berkait anak.

Tampil sebagai pembicara antara lain Kepala BPPKB Kabupaten Kebumen, Ir. Puji Rahayu, Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Kebumen, Ir. Sri Hari Susanti, MM., Program Unit Manager (PUM) Plan Indonesia di Kebumen, SB. Wartono, dan Edi Sugiharto dari Yayasan Lestari semarang Jawa Tengah.

Materi Semiloka (silahkan download) :
Kebijakan Pemerintah Dalam Pengarusutamaan Anak dan Partisipasi.

Lanjut membaca “Diperlukan Jejaring Untuk Atasi Masalah Anak”  »»

10 June 2009

Blangko Akta Kelahiran Habis


Kebumen - Lanthing.

Membludaknya animo masyarakat Kebumen mengurus akta kelahiran akhir-akhir ini sungguh luar biasa. Hal ini diluar dugaan pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispenduk Capil) Kabupaten Kebumen. Dampak membludaknya pemohon akta kelahiran mengakibatkan blangko akta kelahiran habis. Hal ini mengecewakan para pemohon akta kelahiran.
Padahal tahun 2009 masih enam bulan lagi, sehingga bila tidak ada solusi bisa berakibat terbengkelainya pelayanan masyarakat, khususnya para pemohon akta kelahiran.
"Bagaimana anak-anak yang membutuhkan akta kelahiran untuk melanjutkan sekolahnya bulan Juli ini? Pemkab harus mencarikan solusi sesegera mungkin" ungkap Ketua Majlis SAKOBERE, Agus Purwanto.
Sementara itu Wakil Bupati Kebumen, Rustriyanto, SH., yang dikonfirmasi kontributor Lanthing via pesan singkat membenarkan hal ini.
"Iya sudah lama, ndak boleh mendahului anggaran, menunggu (anggaran) perubahan" ujar Rustriyanto.
Seorang staf Dispenduk Capil, Mujilah, mengatakan bahwa Dispenduk Capil sudah mengutus petugas ke Jakarta untuk meminta tambahan blangko akta kelahiran, tapi tidak berhasil.
"Sejak awal Juni 2009, blangko akta kelahiraan telah habis. Sementara untuk pengatasannya pemohon akta kelahiran kita catat terlebih dahulu dan diberi nomor register sehingga tidak terkena aturan baru yang mewajibkan pemohon akta mengurus melalui jalur pengadilan, sementara kutipan aktanya baru akan diberikan pada tahun 2010" ujar Mujilah.
Mujilah mengakui bahwa pemohon akta kelahiran di Dispenduk Capil membludak.
"Berkas bertumpuk-tumpuk dan memenuhi ruangan di Dispenduk Capil, beberapa teman sudah jatuh sakit karena beban pekerjaan yang melebihi kapasitas" tambah Mujilah.

Lanjut membaca “Blangko Akta Kelahiran Habis”  »»

08 June 2009

UN Makin Sesat

Oleh : Agus Purwanto

Ujian Nasional (UN) makin ngawur saja. Rencana Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk melakukan 'UN susulan' untuk 33 SMA/MA merupakan indikator tak terbantahkan. Berbagai alasan yang dikemukakan BSNP untuk mengadakan 'UN Ulang' - atau apapun istilahnya - sungguh susah dinalar. Alasan-alasan yang dikemukakan BSNP yang dilansir media adalah :
  1. Alasan terjadinya kecurangan. Semestinya BSNP mengadakan klarifikasi pada pihak-pihak terkait UN. BSNP tidak bisa serta-merta memakan mentah informasi atau laporan 'Tim Pemantau Independen' (Pengawas Sekolah). Dan andai saja terbukti terjadi kecurangan, maka yang dijatuhi sangsi adalah pihak-pihak yang terbukti main curang di sekolah penyelenggara UN, dan bukan menimpakan kesalahan kepada seluruh peserta UN di sekolah itu, dengan mengadakan 'UN ulang'.
  2. Alasan Lembar Jawab Komputer (LJK) yang tidak dapat terpindai. Bila benar ini yang terjadi, pengatasannya sangat mudah : koreksi saja LJK dengan cara manual, beres toh! Alasan teknis semacam ini jelas menghina kecerdasan masyarakat.
  3. Alasan bahwa semua peserta UN di sekolah itu tidak ada yang lulus. Selama ini kejadian semua peserta UN pada sebuah sekolah tidak lulus sudah biasa terjadi, dan tidak membuat BSNP melakukan 'UN Ulang'. Mengapa tahun ini repot-repot melakukan 'UN Ulang'? Kalau logikanya begitu, semua peserta yang berpotensi gagal semestinya berhak mengikuti UN ulang, dan bukan hanya untuk 33 SMA?MA.
UN sendiri banyak dikritik karena tidak adil, dengan menyamakan seluruh murid dari Sabang sampai Merauke yang jelas-jelas kondisinya berbeda-beda, namun diberikan passing grade kelulusan yang sama. Dengan mengadakan 'UN ulang' BSNP telah menambah perlakuan tidak adil bagi murid peserta UN, karena secara langsung atau tak langsung telah mengorbankan dan menyalahkan murid peserta UN (blame the victim). Seolah-olah semua peserta UN di 33 sekolah itu telah melakukan kecurangan dan pantas diberi sangsi 'UN Ulang'.
Selain itu 'UN ulang' tidak dikenal dalam Prosedur Operasional Standar (POS) UN 2009. Yang ada hanyalah UN susulan untuk peserta UN yang berhalangan atau sakit. Artinya BSNP telah menabrak POS yang dibuatnya sendiri.
Kecurangan dalam UN yang dilakukan oleh sejumlah oknum memang sudah menjadi rahasia umum, namun tidak pernah mendapat respon yang memadai dari para pemangku kewajiban. Bila BSNP menemukan indikator kuat terjadinya kecurangan, mestinya BSNP melaporkan ke pihak kepolisian, dan bukannya mengampuni oknum curang dengan mengadakan 'UN ulang'.
Kalau demikian, tahun mendatang akan ada komentar : Nggak apa mencurangi UN, paling kalau ketahuan akan diampuni dan akan mendapat UN ulang. Kacau!

Lihat juga berita :
33 SMA Lakukan Kecurangan Dalam Unas.
Rektor PTN Keberatan Dengan Rencana Unas Ulang.
Guru Hingga Pejabat Percetakan Terlibat Kebocoran Naskah dan Jawaban Unas.
Bupati Ngawi Beri Sangsi Oknum yang Terlibat Kecurangan Unas.
Koordinator Pengawas dan TPI Jatim Beber Kecurangan Unas.

Lanjut membaca “UN Makin Sesat”  »»

04 June 2009

Pernikahan Dini Timbulkan Dampak Negatif


Karanganyar - Lanthing.

Kasus Manohara adalah salah satu dampak negatif pernikahan dini. Demikian diungkapkan Program Unit Manager (PUM) Plan Kebumen, SB. Wartono, ketika mengantarkan Semiloka Pencegahan Pernikahan Dini Dalam Perlindungan Terhadap Anak. Wartono juga mensinyalir masih adanya disharmoni antara UU Perkawinan dan UU Perlindungan Anak yang berpotensi menisbikan substansi perlindungan terhadap anak. Ditambah masih kuatnya budaya timur yang cenderung nutup-nutupi maka dampak pernikahan dini yang muncul di permukaan adalah fenomena gunung es, dimana dampak yang sebenarnya terjadi jauh lebih serius.

Semiloka akan berlangsung selama tiga hari 3 s.d. 5 Juni 2009 di Hotel Candisari Karanganyar, merupakan kerjasama antara Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Kebumen, Plan Indonesia, dan Canadian International Development Agency (CIDA).

Sementara itu Kepala BPPKB Kabupaten Kebumen, Ir. Puji Rahayu, dalam sambutan pembukaannya meminta kepada semua stakeholder untuk ikut mensosialisasikan upaya pencegahan pernikahan dini.
"Amat jarang dijumpai rapat RT yang memprogramkan hal-hal non fisik seperti upaya pencegahan pernikahan dini, untuk itu saya berharap kepada bapak-bapak khususnya untuk mulai membuat program-program non fisik, termasuk upaya pencegahan pernikahan dini" ujar Puji Rahayu.
Menurut Puji, pernikahan dini lebih banyak menimbulkan permasalahan, salah satunya hak pendidikan anak. "Apakah ada sekolah yang mengijinkan siswa-siswinya untuk menikah, dan tetap bersekolah?" tanya Puji beretorika.

Materi Semiloka :
- Indikator Desa Layak Anak
- Indikator Kabupaten Layak Anak
- Tahapan Kabupaten Layak Anak
- Kesehatan Reproduksi
- Tanggapan Tokoh Tentang Pernikahan Dini (khususnya Syech Puji).


Lanjut membaca “Pernikahan Dini Timbulkan Dampak Negatif”  »»

03 June 2009

Bu Watini juga 'Kesingsal'

Puring - Lanthing.

Tak hanya para penilik PLS yang 'kesingsal', Ibu Watini guru SD Negeri Sidoarjo I Kecamatan Puring mengalami nasib serupa walau tak sama dengan penilik PLS.
Ibu Guru yang nyaris pensiun dalam hitungan kurang dari dua tahun ini semula berharap bisa ikut mencicipi manisnya sertifikasi pada akhir masa tugasnya sebagai guru. Sebuah harapan yang wajar, apalagi dirinya adalah guru senior yang berdasarkan aturan semestinya menempati rangking awal untuk diikutkan dalam program sertifikasi guru non S-1 tahun 2009.
Namun tanpa jelas penyebabnya tahun 2009 ini dirinya tidak masuk daftar nominasi peserta sertifikasi guru. Yang muncul justru nama Siswoyo (SD Negeri Srusuh Jurutengah) dan Rohyatun (SD Negeri Kaleng 2) yang lebih junior dari Watini.

Tak kurang upaya Kepala Sekolah tempat Bu Watini bekerja dan beberapa teman guru menanyakan nasib Bu Watini pada Kasi Tenaga Pendidik (Tendik) Dinas Dikpora. Namun upaya ini belum menghasilkan hasil dan titik terang.

Lanjut membaca “Bu Watini juga 'Kesingsal'”  »»

Dalam Sertifikasi Guru; Penilik PLS Merasa 'Kesingsal'

Puring - Lanthing.

Ditengah hingar bingar dan kesibukan para guru dan pengawas sekolah mempersiapkan sertifikasi, para Penilik Pendidikan Luar Sekolah (PLS) merasa 'kesingsal'. Hal itu diungkapkan salah seorang Penilik PLS, Tri Toto Purwanto, kepada kontributor Lanthing di Kantor UPT Dinas Dikpora Kecamatan Puring kemarin (02/06/09). Tri Toto yang juga menjabat sebagai Sekretaris I Ikatan Penilik Indonesia (IPI) Kebumen menjelaskan bahwa dari 65 orang Penilik PLS sebanyak 60 orang adalah guru.
"Kami kan sama dengan teman-teman Pengawas Sekolah, sama-sama berangkat dari guru, mengapa Pengawas Sekolah bisa sertifikasi tapi Penilik PLS tidak bisa?" tanya Tri Toto.
Penilik PLS bertugas diantaranya di bidang pendidikan masyarakat (dikmas), olahraga, mengurusi kelompok belajar (kejar) paket, kebudayaan, dan bekerja di tingkat kecamatan di bawah koordinasi UPT Dinas Dikpora Kecamatan.

Sementara salah seorang staf Dinas Dikpora yang 'mengurusi' sertifikasi guru, M. Rosyid, S.Pd., MM.Pd., membenarkan bahwa berbeda dengan Penilik PLS, munculnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tentang Guru membuka peluang bagi Pengawas Sekolah untuk mengikuti program sertifikasi guru, sementara untuk Penilik PLS (yang berasal dari guru) belum terakomodir dalam PP 74.
"Penilik PLS ini memang masih kapiran dan belum ada yang memperjuangkan" ujar Rosyid.

Lanjut membaca “Dalam Sertifikasi Guru; Penilik PLS Merasa 'Kesingsal'”  »»

02 June 2009

Ruang Kelas SD Tambakmulya 2 Ambruk



Puring - Lanthing.

Atas salah satu ruang kelas SD Tambakmulyo 2 Kecamatan Puring ambruk. Seluruh genting beserta semua penyangga yang biasa ditempati siswa kelas I ini ambruk tinggal menyisakan tembok.
Menurut Kepala SD Tambakmulya 2, Suripman, yang dihubungi lewat telpon, ambruknya atap ruang kelas I terjadi hari senin (1/06/09) sekitar pukul 15.00. Beruntung saat kejadian tidak ada kegiatan di kelas. Bisa dibayangkan bila kejadian berlangsung pagi hari saat anak-anak tengah belajar.
Suripman menjelaskan bahwa tiga kelas yang ditempati kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 dalam satu deret bangunan di sekolahnya ini kondisinya memang memprihatinkan.
"Sebenarnya tahun lalu kami sudah menerima dana stimulan rehab ruang kelas, namun karena 3 ruang kelas ini akan terkena pelebaran jalan jalur selatan sehingga dananya kami alihkan untuk rehab ruang kelas lain" tutur Suripman.

"Anak-anak kelas I belajarnya dialihkan ke ruang Mushola" tambah Suripman.

Lanjut membaca “Ruang Kelas SD Tambakmulya 2 Ambruk”  »»

01 June 2009

Pramuka Memang 'Suka' Naik Truk

Setiap kali rombongan Pramuka berkemah, mereka hampir selalu menggunakan truk sebagai alat angkutnya, baik untuk mengangkut barang maupun orangnya. Alasannya selalu klasik, ekonomis : murah meriah. Tak jelas apakah mereka juga berhitung alasan ekonomi bila terjadi kecelakaan.
"Bapak Ibu Pembina, selain berpotensi melanggar UU Lalu Lintas, juga melanggar UU Perlindungan Anak - Nek Tumplek primen jal?"

Lanjut membaca “Pramuka Memang 'Suka' Naik Truk”  »»
 
©  free template by Blogspot tutorial