27 June 2009

Kontroversi Psikotest PPDB RSBI/SBI

Kebumen - Sakobere.

Psikotes atau tes psikologi menjadi kontroversi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), khususnya pada sekolah bertaraf internasional (SBI) atau Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) Kontroversi ini seolah menjadi penggenap kontroversi SBI/RSBI yang ada selama ini ada.
Seperti diketahui RSBI memiliki banyak 'keistimewaan' dibanding sekolah biasa lainnya, salah satunya dalam PPDB. Bila sekolah lain PPDB cukup diatur di tingkat kabupaten/kota dengan keputusan bersama Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota, PPDB RSBI/SBI diatur oleh pusat (Depdiknas) dengan Keputusan Dirjen Mananejen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Mandikdasmen) Nomor 169/C.C4/MN/2009 Tanggal 10 Februari 2009.
Dalam suratnya Dirjen Mandikdasmen mengatur mekanisme penerimaan siswa baru R-SMA-BI meliputi : Seleksi aministrasi yang meliputi nilai rapor klas VII s.d. IX, Nilai Ujian Akhir Sekolah (UAS), Nilai Ujian Akhir Nasional (UAN), Penghargaan prestasi akademik dan non akademik (kalau ada), Sertifikat dari lembaga kursus bahasa Inggris (kalau ada); Tes kemampuan akademik (achievement test); Tes kemampuan berbahasa Inggris; Tes psikologi (psycho test); dan Wawancara dengan calon siswa dan orang tua/wali.

Pada pelaksanaannya tes psikologi pada RSBI/SBI berbeda-beda. Tes psikologi di SMA Negeri 1 Magelang misalnya, berdasarkan pengumuman No. 420/115/230.SMA.1/09 SMA kategori SBI di Magelang ini hanya menggunakan hasil tes psikologi sebagai pemetaan saat nanti siswa telah diterima, dan tidak digunakan sebagai faktor penentu diterima dan tidaknya calon siswa baru. Lain lagi dengan SMA Negeri 1 Temanggung, SMA RSBI di kota tembakau ini menempatkan tes psikologi sebagai faktor absolut penentu diterima dan tidaknya calon siswa baru. Artinya walaupun seorang calon siswa baru memiliki nilai UN, tes bahasa Inggris, tes kemampuan akademik tertinggi sekalipun, namun bilai gagal dalam tes psikologi calon siswa akan dinyatakan gagal dan tidak diterima sebagai siswa SMA Negeri 1 Temanggung.

Waldhonah, ibu seorang calon siswa baru SMA Negeri 1 Temanggung merasa sangat kecewa dengan mekanisme ini. Putrinya yang memiliki skor akhir nilai akademik 72,295 harus menelan pil pahit, tidak diterima karena gagal dalam tes psikologi, padahal calon siswa lain dengan skor akhir nilai akademik 64,795 namun berhasil dalam tes psikologi dinyatakan diterima.
"Menempatkan tes psikologi sebagai faktor absolut seperti ini tidak adil, mestinya tes psikolgi tidak digunakan secara absolut, tes psikologi sebaiknya sebagai pertimbangan atau menggunakan cara prosentase berbagai tes yang ada" ujar Waldhonah kecewa.

Kemungkinan serupa dapat saja terjadi di SMA Negeri 1 Kebumen, mengingat SMA SBI ini menggunakan cara serupa dengan SMA Negeri 1 Temanggung, dengan menempatkan hasil tes psikologi sebagai faktor penentu absolut diterima dan tidaknya seorang calon siswa. Melalui pengumuman (tanpa nomor) yang juga diterakan dalam website (sman1-kbm.sch.id) SMA ini menempatkan tes psikologi dan wawancara sebagai faktor penentu absolut diterima dan tidaknya calon siswa baru.
Drs. H. Kamid Priyanto, yang dihubungi melalui layanan pesan singkat (sms) membenarkan hal ini.
"Tes akademis plus nilai UN plus piagam dirangking. Terus psikotes dirangking nilai kecerdasan yang rata-rata baik, besok senin diumumkan secara transparan" jelas Kamid.
"Psikotes mutlak. Yang dibutuhkan 256 yang kecerdasan 115 ke atas ada 360" tambah Kamid.

Jalan tengah ditempuh oleh SMA Negeri 1 Tanjungpinang. SMA SBI ini membotot tes psikologi sebesar 20% dalam penentuan penerimaan siswa baru. Sementara skor nilai UN dibobot 30%, skor nilai raport dibobot 20%, dan skor nilai akademis dibobot 30%.




0 Comments:

 
©  free template by Blogspot tutorial