28 July 2009

Ulangan Umum, Haruskah?

Oleh : Agus Purwanto

Beberapa teman bertanya dan mempertanyakan mengapa sejak dulu hingga kini sikap saya tidak berubah dalam menyikapi ulangan umum. Bahkan tidak kapok setelah saya 'diadili' dalam forum dihadapkan seluruh kepala SMP/SMA Negeri dan swasta dan pejabat Dinas P dan K.
Tentang penentangan saya terhadap ulangan umum memang panjang, diantaranya :
  • Saya dan kelompok SAKOBERE pernah melakukan investigasi terhadap budgeting ulangan umum yang diselenggarakan oleh K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) SMP, yang berujung pada diadili dan dihukumnya Ketua K3S SMP waktu itu. Hasil investigasi kami membuktikan banyak pernyimpangan dilakukan dalam pelaksanaan ulangan umum yang dikoordinir K3S ini, termasuk dalam hal dana. Muncul fakta bahwa 'laba' ulangan umum dibagi-bagi kepada para kepala sekolah yang jumlahnya mencapai total ratusan juta. Bahkan hingga kini mantan bendahara K3S kala itu, masih menyimpan 'dana tak bertuan' lebih dari duapuluh juta milik K3S. Penanganan dan penggunaan dana ini tak jelas.
  • Saya pernah 'diadili' oleh Kepala Dinas P dan K (Drs. Airmas), dihadapkan dengan seluruh Kepala SMP dan SMA Negeri dan swasta, gara-gara saya meminta klarifikasi tentang pelaksanaan Ulangan Umum Bersama (UUB) di UPTD Kecamatan Gombong melalui 'Selamat Pagi Bupati' (Januari 2006). Kala itu (saya masih menjadi Ketua DPK Kebumen), memaparkan argumentasi dan bukti-bukti di hadapan forum mengapa saya tidak setuju dengan praktik ulangan umum. (terlampir)

Sejak proses persidangan ketua K3S SMP dan lanjutan polemik ulangan umum, praktek ulangan umum yang biasanya diselenggarakan oleh K3S atau MKKS SMP dan SMA menghilang. Termasuk di SMA Negeri 1 Gombong tempat saya mengajar. Sejak kepala sekolah diampu oleh Pak Gunawan hingga Pak Karyono: SMA Negeri 1 Gombong tidak melaksanakan ulangan umum, apalagi ulangan umum bersama sekolah-sekolah lain. SMA Negeri 1 Gombong mengoptimalkan ulangan harian dan tugas-tugas siswa untuk bahan baku penilaian. Hasilnya? Tidak lebih buruk, bahkan UN 2009 lalu untuk mapel Kimia dan Fisika peringkat satu se kabupaten Kebumen, dan hasil UN mapel Sosiologi masuk peringkat dua kabupaten. Saya tidak mengatakan bahwa karena tidak ada ulangan umum maka prestasi siswa meningkat, karena saya belum melakukan penelitian. Tapi yang jelas tanpa ulangan umum prestasi akademik siswa SMA Negeri 1 Gombong tidak lebih rendah ketimbang masih ada ulangan umum.

Trus sekarang apa masalahnya?
Pada awal Juli 2009 lalu, dalam rapat guru, Kepala SMA Negeri 1 Gombong, Drs. Kunaji, saat membahas pra-RAPBS mengemukakan bahwa sekolah akan menyelenggarakan 'ulangan umum', yaitu : ulangan midsemester 1, ulangan semester 1, ulangan mid semester 2, dan ulangan kenaikan kelas. Keempat 'ulangan umum' ini akan diselenggarakan laiknya menyelenggarakan UN atau ulangan umum pada saat lalu, dengan total dana untuk keempat 'ulangan umum' sebesar lebih kurang Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Argumen yang dikemukakan oleh Kepala Sekolah adalah bahwa keempat ulangan umum itu diatur dan ada dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sehingga harus dilaksanakan.
Saat itu Pak Karyono (mantan kepala SMA Gombong yang kini menjadi guru) tidak sepakat dan bahkan mengatakan bahwa penyelenggaraan ulangan umum akan membubarkan tatanan yang sudah baik di SMA Negeri 1 Gombong.

Pun saya juga tidak setuju. Saya sempat konfrimasi kepada salah seorang pengawas, Pak Teguh Supriyadi. Menurut beliau 'ulangan umum' itu memang ada dalam KTSP, namun tidak harus dilaksanakan seperti jaman dulu, bisa disederhanakan.
"
Yang penting substansinya kena, dan dikoordinasi termasuk penjadwalannya oleh sekolah" ujar Pak Teguh.

Ingin saya jelaskan mengapa saya tidak setuju dengan 'ulangan umum' model
jaman gemiyen? Begini :
Saya setuju substansi ulangan umum, sebagai sebuah alat evaluasi setelah siswa mendapatkan materi (pelajaran). Namun saya tidak setuju ulangan umum model
gemiyen yang menghabiskan dana hingga puluhan juta rupiah sekali show. Saya menawarkan model yang lebih efektif dan efisien. Caranya? : setelah guru melaksanakan seri ulangan harian pada tengah semester guru melaksanakan ulangan tengah-semester (mid-semester). Masing-masing guru membuat soal ulangan mid-semester sendiri yang meliputi beberapa kompetensi dasar yang telah diajarkan guru, adapun waktu dan jadwal mid-semester bisa dilakukan oleh sekolah (baca : oleh urusan kurikulum). Mid-semester model ini nyaris tidak memerlukan dana. Andaikan toh ada dana yang dibutuhkan paling diperuntukkan sebagai insentif guru yang menyusun soal mid-semester dan proses koreksinya.
Tadi pagi saya, Pak Yasin, dan Pak Rahmat mencoba menghitung, berpa jumlah insentifnya. Kami berandai bila setiap guru yang membuat soal ulangan mid-semester mengujikannya pada siswanya sendiri, dan kemudian menyerahkan hasil (nilai) midsemester kepada urusan kurikulum, diberi insentif sebesar Rp. 200.000,-. Berdasar hitungan akan ada : Rp. 200.000 x 16 mapel x 3 tingkatan (kelas X,XI, XII) x 4 (setahun ada 4 kali 'ulangan umum') akan diperoleh angka Rp 38.400.000,-. per tahun. Angka ini jauh lebih efisien dibanding biaya ulangan umum model lama yang mencapai angka lebih dari Rp. 100 juta.

Yang diperlukan adalah kontrol sekolah (baca : supervisi kepala sekolah, dan atau urusan kurikulum) dalam pelaksanaannya. Teman saya Pak Adman dari SMP Negeri 1 Sempor menceritakan tentang pelaksanaan model ini di sekolahnya.
"
Begitu guru menyampaikan naskah soal ulangan mid-semester dan nilainya ke urusan kurikulum langsung saya berikan insentifnya, kalau tidak menyerahkan atau terlambat menyerahkan ya tidak ada insentif" papar Pak Adman.

Demikian pula untuk seri ulangan umum lainnya, yaitu ulangan semester, dan ulangan kenaikan kelas dilakukan serupa di atas.
Pelaksanaan model ini memberikan dampak positif :
Siswa sangat menghargai ulangan-ulangan (ulangan harian, mid-semester, semester, dan kenaikan kelas) yang diberikan oleh guru mapelnya, karena nilai ini akan berpengaruh pada hasil nilai raport.
  1. Pengawasan langsung seri ulangan ini oleh guru mapel, mengurangi kemungkinan siswa berlaku curang, seperti halnya yang terkadang dilakukan oleh beberapa oknum siswa saat ulangan umum yang pengawasannya dilakukan oleh guru yang berbeda.
  2. Karena ulangan-ulangan ini disusun sendiri oleh guru mapel masing-masing, maka guru akan trampil (kompeten) membuat berbagai jenis soal dan metode evaluasi yang beragam.
  3. Dan last but not least, tidak membutuhkan dana besar. Sehingga dana ratusan juta yang biasanya untuk ulangan umum model jadul, dapat dialihkan untuk kebutuhan lain yang lebih urgent. Bisa untuk menambah dan memperluas fasilitas 'hotspot' untuk semua warga sekolah, untuk mensubsidi kepemilikan laptop untuk para guru dan karyawan dan atau kebutuhan lainnya yang lebih penting.
BTW, saya menanyakan langsung kepada siswa yang saya ampu (kelas XI-IPA) : Setujukah Anda dengan praktik ulangan umum seperti dulu? atau seperti ketika kamu ulangan umum di SD dan SMP dulu? atau ingin model ulangan seperti yang selama ini telah dilaksanakan di SMA Negeri 1 Gombong?. Jawabnya : mereka semua memilih model ulangan seperti yang telah dilaksanakan selama ini.

Ini sekedar buah pikir, atau lebih tepat dinamakan unek-unek dari saya. Selanjutnya terserah para pemangku kewajiban di SMA Negeri 1 Gombong.
Semoga bermanfaat.

0 Comments:

 
©  free template by Blogspot tutorial