Judul : Ketika Tembok Runtuh dan Bedil Berbicara 1966-1998
Penulis : S.N. Ratmana
Penerbit : Indonesiatera, Magelang, 2005
Tebal : 224 halaman
Novel karya pensiunan guru yang kini mengetuai Dewan Pendidikan Kota (DPK) Tegal ini memotret situasi tahun1966-1998 laiknya buku sejarah. Sangat hidup. Termasuk memotret dimensi lain yang bahkan tidak terekam dalam buku sejarah.
Memang, alur ceritanya adalah alur cerita cinta jaman itu, tapi ‘pihak ketiganya’ bukan ‘orang ketiga’ seperti novel cinta remaja, tapi politik!
Raji, sang tokoh, yang murid SMA di kota Tegal menjalin kasih dengan Harni, seorang murid SPG. Keduanya dipertemukan karena memiliki hobby sama : menyukai sastra. Biasalah, ada cerita nonton drama bersama, ada cerita mbecak empet-empetan, ada cerita ijolan pulpen. Klasik. Tapi keduanya bertengkar sangat hebat ketika mendiskusikan aktivitas politik mereka yang berbeda. Harni dan keluarganya yang abangan adalah musuh politik Raji yang berasal dari kelompok hijau. Dan hubungan keduanya bubar ketika kelompok Raji yang didukung yang empunya bedil, menculik kepala sekolahnya sendiri.
Dan Raji melanjutkan kuliah di UGM, dia yang aktivis HMI, harus menerima karmanya : diambil yang empunya bedil, ditahan dan diinterogasi habis-habisan, karena Raji menentang agenda politik yang empunya bedil yang tengah menjagokan partai kuning.
Akhirnya Harni menikah dengan Sarjono, teman aktivis Harni yang jorok luar dalam. Sementara Raji menikah dengan teman Harni yang selama ini jadi penghubung Raji-Harni.
Kisah diakhiri ketika Raji yang sudah jadi pengusaha berstatus duda bertemu dengan Harni yang sudah jadi kepala dinas pendidikan namun tak punya anak. Sarjono, suami Harni yang jadi anggota DPRD, marah besar.
Liding dongeng : hanya yang empunya bedil yang punya agenda politik, lainnya adalah hanya kutukupret.
Memang, alur ceritanya adalah alur cerita cinta jaman itu, tapi ‘pihak ketiganya’ bukan ‘orang ketiga’ seperti novel cinta remaja, tapi politik!
Raji, sang tokoh, yang murid SMA di kota Tegal menjalin kasih dengan Harni, seorang murid SPG. Keduanya dipertemukan karena memiliki hobby sama : menyukai sastra. Biasalah, ada cerita nonton drama bersama, ada cerita mbecak empet-empetan, ada cerita ijolan pulpen. Klasik. Tapi keduanya bertengkar sangat hebat ketika mendiskusikan aktivitas politik mereka yang berbeda. Harni dan keluarganya yang abangan adalah musuh politik Raji yang berasal dari kelompok hijau. Dan hubungan keduanya bubar ketika kelompok Raji yang didukung yang empunya bedil, menculik kepala sekolahnya sendiri.
Dan Raji melanjutkan kuliah di UGM, dia yang aktivis HMI, harus menerima karmanya : diambil yang empunya bedil, ditahan dan diinterogasi habis-habisan, karena Raji menentang agenda politik yang empunya bedil yang tengah menjagokan partai kuning.
Akhirnya Harni menikah dengan Sarjono, teman aktivis Harni yang jorok luar dalam. Sementara Raji menikah dengan teman Harni yang selama ini jadi penghubung Raji-Harni.
Kisah diakhiri ketika Raji yang sudah jadi pengusaha berstatus duda bertemu dengan Harni yang sudah jadi kepala dinas pendidikan namun tak punya anak. Sarjono, suami Harni yang jadi anggota DPRD, marah besar.
Liding dongeng : hanya yang empunya bedil yang punya agenda politik, lainnya adalah hanya kutukupret.
( Aguspur; d_224@plasa.com)
0 Comments:
Post a Comment