Judul : In Memoriam Guru
Penulis : Dr. Suroso
Penerbit : Jendela, Yogyakarta
Tebal : 220 halaman
Kajian mengenai jagading guru sangatlah klasik. Masalahnya tak pernah beranjak dari : gaji dan atau tunjangan yang rendah, profesionalisme yang juga tak kalah rendah, hingga penghargaan masyarakat terhadap guru yang kian hari kian luntur. Sebagai profesi kunci di dunia pendidikan, dunia guru pun terkunci dengan satu kata : memprihatinkan.
Buku ini, walau ditulis dengan judul yang agak sarkastik, In Memoriam Guru, namun ditulis dengan bahasa yang ‘sangat bertanggungjawab’, jauh dari slengekan seperti halnya tulisan-tulisan Eko Prasetyo. Maklumlah sang penulis seorang doktor.
Membaca buku ini, tertangkap substansi bahwa : tidak akan pernah ada kontribusi dan inovasi dalam sistem pendidikan bila guru tidak diberdayakan, dan profesionalisme seorang guru niscaya menjadi salah satu kunci untuk keberhasilan pendidikan.
Hanya faktanya jauh panggang dari api, sangat kontradiktif. Syarat sebuah profesi agar profesional yakni : well recruited, well motivated, well trained, well equipped, and well paid, masih juga terabaikan hingga kini.
Walau buku ini relatif telah kedaluwarsa (2002), namun sebagian besar isinya masih sangat relevan dengan kondisi kekinian - hal ini sekaligus sebagai bukti bahwa kondisi guru (dan pendidikan umumnya) belum beranjak setelah melewati masa lima tahun. Cobalah simak tulisan yang tertera di halaman belakang buku ini :
Ketika lembaga pendidikan guru tidak lagi mendapatkan input calon guru berkualitas, ketika banyak guru dibungkan dan sakit gigi karena terserang rasa takut dan rasa salah, karena pendidikan pun menerapkan security approach, menafikkan kritik dan evaluasi, dan ketika guru tidak lagi menjadi profesi bergengsi seperti halnya dokter, ekonom, dan sebagainya, masih berartikah guru bagi kita? Apakah potret indah guru di jaman dulu yang sangat dihargai kini benar-benar telah pupus? ...Tetapi menemukan serpih-serpih keterpurukan guru yang kian menggunung dalam buku ini adalah sebuah fakta yang tak tersangkalkan.
Nah, silahkan Anda jawab : apakah memang kondisinya masih demikian?
Buku ini, walau ditulis dengan judul yang agak sarkastik, In Memoriam Guru, namun ditulis dengan bahasa yang ‘sangat bertanggungjawab’, jauh dari slengekan seperti halnya tulisan-tulisan Eko Prasetyo. Maklumlah sang penulis seorang doktor.
Membaca buku ini, tertangkap substansi bahwa : tidak akan pernah ada kontribusi dan inovasi dalam sistem pendidikan bila guru tidak diberdayakan, dan profesionalisme seorang guru niscaya menjadi salah satu kunci untuk keberhasilan pendidikan.
Hanya faktanya jauh panggang dari api, sangat kontradiktif. Syarat sebuah profesi agar profesional yakni : well recruited, well motivated, well trained, well equipped, and well paid, masih juga terabaikan hingga kini.
Walau buku ini relatif telah kedaluwarsa (2002), namun sebagian besar isinya masih sangat relevan dengan kondisi kekinian - hal ini sekaligus sebagai bukti bahwa kondisi guru (dan pendidikan umumnya) belum beranjak setelah melewati masa lima tahun. Cobalah simak tulisan yang tertera di halaman belakang buku ini :
Ketika lembaga pendidikan guru tidak lagi mendapatkan input calon guru berkualitas, ketika banyak guru dibungkan dan sakit gigi karena terserang rasa takut dan rasa salah, karena pendidikan pun menerapkan security approach, menafikkan kritik dan evaluasi, dan ketika guru tidak lagi menjadi profesi bergengsi seperti halnya dokter, ekonom, dan sebagainya, masih berartikah guru bagi kita? Apakah potret indah guru di jaman dulu yang sangat dihargai kini benar-benar telah pupus? ...Tetapi menemukan serpih-serpih keterpurukan guru yang kian menggunung dalam buku ini adalah sebuah fakta yang tak tersangkalkan.
Nah, silahkan Anda jawab : apakah memang kondisinya masih demikian?
(@Guspur, e-mail : d_224@plasa.com)
0 Comments:
Post a Comment