01 December 2007

Akta Kelahiran Perlu percepatan

Kita yang memiliki kendaraan bermotor, hampir pasti dilengkapi pula dengan STNK dan atau surat-surat pelengkap lain seperti BPKB, dan bahkan asuransi. Andai saja boleh, sekali lagi andaikan boleh, kita menganalogikan kendaraan bermotor dengan anak, maka akan muncul pertanyaan 'kurang ajar': Apakah anak-anak kita telah dicatatkan kelahirannya, dilengkapi pula dengan surat-surat? Atau bahkan asuransi?
Seperti diketahui, catatan kelahiran merupakan awal personalitas hukum dan status keperdataan seseorang yang berlaku universal. Catatan kelahiran merupakan pengakuan legal atas keberadaan seseorang yang meliputi jati diri pribadi (nama, jenis kelamin, tanggal kelahiran, tempat lahir), juga hubungan kekeluargaan (anak ke berapa, nama ayah, nama ibu). Pencatatan kelahiran menjadi penting, mengingat tanpa pengakuan legal atas keberadaan seseorang, secara teknis berarti seseorang tidak punya nama, tidak punya jenis kelamin, tidak punya tanggal lahir, tidak punya hubungan kekeluargaan dengan siapapun dan tidak punya kewarganegaraan (Stateless). Sebenarnya, Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (DUHAM) Tahun 1948 menyebutkan dalam salah satu pasalnya bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk diakui sebagai manusia dimanapun di depan hukum. Juga Kovenan Internasional mengenai hak-hak sipil dan politik yang diberlakukan sejak Tahun 1976, tertera bahwa setiap anak akan dicatat segera setelah ia dilahirkan dan memperoleh nama, dan setiap anak memiliki hak untuk memperoleh suatu kewarganegaraan.Pun Konvensi Hak Anak (KHA, 1989) pada Pasal 7 dinyatakan bahwa Anak akan dicatat segera setelah kelahirannya (oleh Negara) dan sejak dilahirkan ia berhak untuk memperoleh nama dan kewarganegaraan dan sejauh dimungkinkan untuk mengetahui dan diasuh oleh orang-tuanya.
Akta kelahiran : Tidak Penting? Sebagian masyarakat kita memang menganggap tidak penting pencatatan kelahiran dan kepemilikan akta kelahiran. Hal ini disebabkan penggunaan akta kelahiran di masyarakat pada umumnya hanya sebatas ketika akan mendaftarkan sekolah. Padahal pencatatan kelahiran memiliki kegunaan-kegunaan yang strategis dan penting, yaitu 1. Memberikan kepastian hukum tentang identitas (nama, umur, asal-usul keluarga, dll);2. Menghindari terjadinya manipulasi identitas;3. Merupakan data demografi yang paling akurat untuk perencanaan pemba-ngunan (vital statistic).
Beberapa contoh kesulitan dalam melakukan pembelaan/perlindungan hukum (baik oleh negara maupun oleh keluarga) bagi seseorang yang diragukan legal identitasnya misalnya yaitu pernikahan usia dini, tenaga Kerja migran, anak berkonflik dengan hukum, buruh anak, anak-anak yang diperdagangkan, anak-anak yang dipekerjakan dalam bisnis sex dan pornografi, anak-anak yang dimanfaatkan dalam konflik bersenjata, anak-anak yang dilibatkan dalam kegiatan politik seperti kampanye partai politik dan sebagainya.
Lebih dari satu dasawarsa Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA), dan telah empat tahun mempunyai UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Dalam UU No. 23/2002, jelas tertera pasal-pasal yang mengatur tentang kepemilikan akta kelahiran yang pelayanannya hingga di tingkat desa dan tanpa biaya (pasal 27 dan pasal 28). Namun fakta menunjukkan 6 (enam) diantara 10 balita Indonesia belum memiliki akta kelahiran (data UNICEF). Kenyataan yang sungguh memprihatinkan.Diperlukan upaya-upaya dan terobosan agar prosentase kepemilikan akta kelahiran, khususnya anak-anak, bisa meningkat secara signifikan.
Di kebumen, walaupun telah ada Perda No. 50 Tahun 2004 yang menjamin pengurusan akta kelahiran bagi anak secara gratis, namun belum mampu membuat semua anak Kebumen memiliki akta kelahiran. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab. Diantara penyebab itu adalah karena pelayanan pengurusan akta (yang gratis itu) dilaksanakan di Kantor Catatan Sipil yang keberadaannya di ibukota kabupaten. Perlu biaya besar bagi masyarakat, khususnya masyarakat daerah pinggiran, untuk biaya transportasi ke ibukota kabupaten.Sementara itu masyarakat ternyata masih dikenakan biaya ketika mengurus di tingkat desa/kelurahan maupun di kantor kecamatan. Hal ini menjadi kendala untuk mendorong kepemilikan akta kelahiran.Iktikad pemerintah (pusat) yang mencanangkan : Semua Anak Indonesia Tercatat Kelahirannya pada Tahun 2011 patut dihargai dan didukung oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai political will, yang tentu saja sangat ditunggu-tunggu pada tataran implementasinya.
Namun di sisi lain diundangkannya UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan menjadi 'ancaman' tersendiri untuk program tersebut. Hal ini mengingat dalam UU 23/2006 ini diatur mekanisme yang relatif lebih kaku, khususnya bagi pelaporan kelahiran yang terlambat.Dalam pasal 32 UU 23/2006 dinyatakan :(1) Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat.(2) Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan pene-tapan pengadilan negeri.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.
Kemudian pada pasal 90 UU 23/2006 tertera :(1) Setiap Penduduk dikenai sanksi administratif berupa denda apabila melampaui batas waktu pelaporan Peristiwa Penting dalam hal: a. kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (4) atau Pasal 30 ayat (6) atau Pasal 32 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (1): b. ....(2) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.
Mekanisme persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat untuk keterlambatan pelaporan kelahiran lebih dari 60 hari hingga satu tahun dan melalui penetapan pengadilan untuk keterlambatan pelaporan kelahiran lebih dari 1 (satu) tahun, masih ditambah ancaman denda satu juta rupiah, dikhawatirkan akan menjadi penghambat sangat serius anak-anak Indonesia memiliki akta kelahiran.
Mengingat hal tersebut diatas, menjadi sangat penting dan mendesak (urgent) segala upaya untuk mempercepat proses kepemilikan akta kelahiran, khususnya bagi anak-anak, sebelum UU No. 23/2006 diberlakukan secara efektif (baca: diterbitkan Peraturan Presidennya). Langkah-langkah yang bisa diambil diantaranya :1. Dihapuskannya segala pungutan (termasuk sumbangan sukarela tanpa tekanan - susutante, uang kas, ngisi kotak, uang stopmap, dan sejenisnya) dalam pengurusan akta kelahiran di RT, RW, Desa/Kelurahan, Kantor Kecamatan, hingga kantor Catatan Sipil.2. Mendekatkan pelayanan hingga ke tingkat desa, atau setidak-tidaknya pelayanan keliling dari Kantor Capil ke desa-desa secara periodik.3. Kampanye melalui berbagai media : radio, TV lokal, dan pamflet akan pentingnya dan kemudahan pengurusan akta kelahiran.4. Adanya insentif bagi petugas, khususnya Kantor Catatan Sipil, untuk setiap akta kelahiran yang diterbitkan, yang sumber dananya berasal dari APBD. (Atau insentif lembur ketika pemohon akta kelahiran meningkat).5. Mengikutsertakan dan atau membuka partisipasi sekolah (TK, SD, SMP, SLTA), organisasi masyarakat, LSM, untuk terlibat dalam membantu masyarakat dalam pengurusan akta kelahiran. Upaya ini sudah dilakukan walaupun belum intens.
Kita berkejaran dengan waktu, namun bukankah kita biasanya relatif lebih cerdas kalau kepepet?
@Guspur( d_224@plasa.com )

0 Comments:

 
©  free template by Blogspot tutorial