Kebumen - Lanthing
Sebanyak 11 siswa SMA Negeri Klirong Kebumen dikembalikan oleh sekolah kepada orang tua masing-masing (eufimisme untuk dikeluarkan atau dipecat dari sekolah). Menurut Kepala SMA Negeri Klirong, Drs. Sugito, tindakan ini ditempuh sekolah dengan sangat terpaksa mengingat ke sebelas siswa telah melakukan pelanggaran berat berupa mabuk karena minuman keras saat di sekolah. Sugito menjelaskan hal ini dalam acara Dialog Interaktif Pendidikan di radio Prima FM semalam yang digelar oleh Dewan Pendidikan Kabupaten Kebumen (DPK) (22/04/08). Keputusan ini ditolak oleh Sugeng, salah seorang orang tua murid dari siswa yang dikeluarkan. Menurut Sugeng, keputusan pemecatan ini sangat berlebihan dan tidak adil. Sugeng meninta agar sekolah mau meninjau lagi keputusan ini. Namun kepala sekolah tampaknya bergeming.
Sementara Agus Purwanto yang ikut nimbrung berinteraksi dalam acara dialog, meminta kepada pihak sekolah dan orangtua untuk introspeksi. Agus meminta di masa yang akan datang sekolah lebih fokus untuk melakukan tindakan pencegahan (preventif) ketimbang reaktif-kuratif.
Menurut Agus, para guru memiliki keterbatasan, khususnya dalam menangani anak-anak yang 'istimewa'. Semestinya ada mekanisme rujukan (referal) ketika sekolah menemukan anak-anak 'istimewa' yaitu dengan meminta bantuan psikolog atau konselor anak sebelum mengambil langkah - apalagi langkah pemecatan. Ibarat dokter ketika menemui sebuah gejala (biasanya berupa anomali tingkah laku anak), guru tidak boleh langsung memvonis, namun terlebih dahulu melakukan diagnosis, barulah dilakukan tindakan (therapi) yang terstruktur dan sistematis.
Dilain sisi orang tua tidak boleh menyerahkan sepenuhnya pendidikan hanya kepada sekolah, namun harus bekerjasama dengan intens dengan sekolah, terang Agus.
Sebanyak 11 siswa SMA Negeri Klirong Kebumen dikembalikan oleh sekolah kepada orang tua masing-masing (eufimisme untuk dikeluarkan atau dipecat dari sekolah). Menurut Kepala SMA Negeri Klirong, Drs. Sugito, tindakan ini ditempuh sekolah dengan sangat terpaksa mengingat ke sebelas siswa telah melakukan pelanggaran berat berupa mabuk karena minuman keras saat di sekolah. Sugito menjelaskan hal ini dalam acara Dialog Interaktif Pendidikan di radio Prima FM semalam yang digelar oleh Dewan Pendidikan Kabupaten Kebumen (DPK) (22/04/08). Keputusan ini ditolak oleh Sugeng, salah seorang orang tua murid dari siswa yang dikeluarkan. Menurut Sugeng, keputusan pemecatan ini sangat berlebihan dan tidak adil. Sugeng meninta agar sekolah mau meninjau lagi keputusan ini. Namun kepala sekolah tampaknya bergeming.
Sementara Agus Purwanto yang ikut nimbrung berinteraksi dalam acara dialog, meminta kepada pihak sekolah dan orangtua untuk introspeksi. Agus meminta di masa yang akan datang sekolah lebih fokus untuk melakukan tindakan pencegahan (preventif) ketimbang reaktif-kuratif.
Menurut Agus, para guru memiliki keterbatasan, khususnya dalam menangani anak-anak yang 'istimewa'. Semestinya ada mekanisme rujukan (referal) ketika sekolah menemukan anak-anak 'istimewa' yaitu dengan meminta bantuan psikolog atau konselor anak sebelum mengambil langkah - apalagi langkah pemecatan. Ibarat dokter ketika menemui sebuah gejala (biasanya berupa anomali tingkah laku anak), guru tidak boleh langsung memvonis, namun terlebih dahulu melakukan diagnosis, barulah dilakukan tindakan (therapi) yang terstruktur dan sistematis.
Dilain sisi orang tua tidak boleh menyerahkan sepenuhnya pendidikan hanya kepada sekolah, namun harus bekerjasama dengan intens dengan sekolah, terang Agus.
1 Comment:
pa aku denger sma welizent dah ada hotspotnya bener apa ora?????????
Post a Comment