31 March 2008

Udud bin Ngrokok

Pimpinan atau penanggungjawab tempat umum dan tempat kerja harus mengupayakan terbentuknya kawasan bebas rokok.
(Pasal 24 PP No. 81 Tahun 1989, Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan)

Tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok.
(Pasal 22 PP No. 19 Tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan)



Oleh : Agus Purwanto

Dua diantara tiga penduduk miskin di Jakarta adalah perokok yang menghabiskan lebih dari 50% pendapatannya untuk merokok. Demikian berita RCTI (29/02/08). Dicontohkan seorang pemulung beranak tiga dengan penghasilan 20 ribu rupiah per hari, menghabiskan sekitar 13 ribu rupiah per hari untuk rokok.
Luar biasa! Ditengah kemiskinannya, ketika ketiga anaknya membutuhkan makanan dan asupan gizi yang baik untuk perkembangan otaknya, ketika ketiga anaknya membutuhkan biaya pendidikan ... Sang Ayah lebih memilih menghabiskan 13 ribu dari 20 ribu penghasilannya per hari untuk merokok!

Ada contoh lain,
ketika acara pelatihan Pencatatan Kelahiran di sebuah SMP selasa dan rabu lalu (26-27/02/08). Di awal acara, peserta pelatihan sudah bersepakat : bagi peserta yang ingin merokok, untuk keluar ruangan. Faktanya, tak lebih dari sejam kemudian, dua orang peserta pria (yang notabenenya adalah guru) dengan tanpa merasa malu ngrokok nglepus di ruang pelatihan, walau peserta perempuan sebelahnya mengibaskan tangan berulangkali menepis asap rokok yang mampir ke hidungnya. Rupanya daya adiktif racun rokok telah sedemikian hebatnya membuat ia melupakan kesepakatan, tak ada rasa malu, apalagi toleransi yang tersisa.

Ada lagi,
Seorang kepala Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) di Jawa tengah, ketika berkunjung ke Australia dalam rangka menjalin kerjasama dengan sebuah sekolah di Australia, terpaksa harus berurusan dengan petugas imigrasi Bandara setempat karena dalam tasnya kedapatan rokok lebih dari dua ratus batang, melebihi batas yang diperbolehkan.

Ada lagi,
Kalau Anda bertandang ke alun-alun Kebumen lihatlah ke arah utara. Persis di depan pendopo (rumah dinas bupati Kebumen) terlihat dua baliho besar. Pada baliho sisi timur, di seperempat bagian paling atas tertera tulisan : Sampoerna Hijau Nggak ada loe nggak ramai, dengan logo dan warna khas Sampoerna. Di bawahnya terpampang gambar Bupati Kebumen, Dra. Hj. Rustriningsih, M.Si, berdampingan dengan Wakil Bupati Kebumen, K.H. Nashirudin Al Mansur, disertai tulisan (pesan) : Dengan peningkatan tata pemerintahan yang baik kita mantapkan kemandirian Kebumen. Dan di seperempat bagian bawah baliho tertera pesan khas iklan rokok : Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin.

Silahkan Anda tebak, baliho ini sebenarnya iklan layanan masyarakat tata pemerintahan yang baik atau iklan rokok Sampoerna?

Padahal Peraturan Pemerintah (PP) No. 81 Tahun 1989 Pasal 24 menyatakan : Pimpinan atau penanggungjawab tempat umum dan tempat kerja harus mengupayakan terbentuknya kawasan bebas rokok. Dan PP No. 19/2003 Pasal 22 menyatakan : Tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok. Pertanyaannya : apakah kedua pemimpin kita tidak tahu ada PP No. 81/1989 dan PP No. 19/2003? Wallahu a’lam.

Fakta di atas seolah membuktikan penetrasi rokok telah sedemikian hebat dan menggurita kemana-mana.

Moral Exclusion

Menurut Zainul Muttaqien dalam E-psikologi, meski semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan rumah, kantor, angkutan umum maupun di jalan-jalan. Hampir setiap saat dapat disaksikan dan di jumpai orang yang sedang merokok. Bahkan bila orang merokok di sebelah ibu yang sedang menggendong bayi sekalipun orang tersebut tetap tenang menghembuskan asap rokoknya dan biasanya orang-orang yang ada disekelilingnya seringkali tidak perduli.

Senada dengan Zainul, RR. Adiningtyas Pitaloka, M.PSi - dalam E-Psikologi, menjelaskan bahwa kompleksnya permasalahan rokok di dunia termasuk Indonesia, ditambah kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat Indonesia membuka peluang pihak tertentu untuk mencuri kesempatan dengan memanfaatkan slogan-slogan semu dan menjadi sponsor even publik termasuk even olahraga. Baik industri rokok maupun perokok menggunakan apa yang disebut sebagai simptom moral exclusion, yaitu rasionalisasi, jastifikasi atau dengan bahasa awam mengatasnamakan kemanusiaan untuk menghalalkan perilaku mereka. Dengan begitu, mereka juga menyamarkan 'kesalahan' dan 'penyebaran racun' yang dilakukan.
Seperti kita ketahui, indutri rokok memiliki kemampuan finansial yang sangat kuat - beberapa pemiliknya merupakan orang-orang terkaya di Indonesia, bahkan di dunia. Dan dengan kekuatan finansial yang besar itulah mereka membayar para ahli pemasaran dan periklanan untuk membuat propaganda dan iklan yang jitu. Untuk mengakali aturan pemerintah, iklan dibuat sedemikan rupa dengan tidak menampilkan orang merokok, tapi mampu membuat kesan (image dan brand) yang sangat kuat di masyarakat. Apalagi iklan rokok ditayangkan di televisi berulang-ulang dan di berbagai media lain secara sangat intens. Sekarang masyarakat dengan mudah dapat menebak sebuah iklan rokok melalui image berupa gambar pemandangan alam, petualangan ber-safari di alam terbuka, sampai dengan suasana club disko.
Dengan sangat cerdasnya perancang Iklan-iklan rokok menyajikan keindahan alam, kebugaran, kesuksesan, kesetiakawanan - mengkamuflase substansi perilaku merokok itu sendiri yang menyebabkan polusi, merusak keindahan, merusak kesehatan, bahkan hingga menyebabkan seorang kepala keluarga abai terhadap tanggung jawab utamanya menyediakan makanan bergizi untuk anak-anaknya, karena lebih mengutamakan membeli rokok. Industri rokok juga mensponsori berbagai kegiatan masyarakat, menjadi sponsor utama berbagai tayangan olahraga di televisi, hingga menawarkan beasiswa bagi pelajar berprestasi. Penerimaan negara melalui cukai rokok, tenaga kerja yang terserap pada industri rokok, dan semua ‘hal baik’ yang dilakukan oleh industri rokok tidak akan pernah sebanding dengan kerugian yang diderita oleh masyarakat akibat rokok. Suatu ironi yang tidak disadari atau tidak diacuhkan masyarakat Indonesia, bahwa tindakan-tindakan tersebut adalah bentuk penyangkalan (simptom moral exclusion).
Bila industri rokok bertopeng dibalik berbagai slogan indahnya, perokok pun setali tiga uang menggunakan jurus penyangkalan serupa. Tempat umum menjadi alasan bagi perokok untuk berkilah, ”Tempat umum kok, saya punya hak”, ”Lha wong udud nganggo cangkem-cangkemku dhewek, udud ya ora njaluk kowe”, dan ungkapan sejenis lainnya, tanpa menyadari bahwa orang lain di sekitarnya yang bukan perokok, juga mempunyai hak yang sama akan udara, terutama udara bersih.

Meutia Hatta Tolak Dana Rokok

Bertolak belakang dengan Bupati Kebumen yang menjadi ‘model iklan rokok’, Meutia Hatta Swasono sang putri proklamator Bung Hatta yang kini menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, justru menolak ketika sebuah perusahaan rokok menawarinya dana ratusan juta rupiah untuk sebuah kegiatan.
Coba kita simak berita Kompas Kamis (31/01/08) dibawah judul : MEUTIA HATTA SWASONO TOLAK UANG ROKOK.
Diundang Komisi Perlindungan Anak membuka lokakarya "Perlindungan Anak dari Dampak Iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok", Senin (28/1) di Jakarta, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Farida Hatta Swasono (61) berharap peserta yang sebagian besar pesertanya lelaki bebas dari rokok dan asap rokok."Jadi kita berada dalam lingkungan udara yang bersih selama workshop", katanya.Menurut Meutia, sebagian kematian disebabkan antara lain oleh rokok. Survei dari Rumah Sakit Jantung Harapan Kita menunjukkan, hampir 80 persen penderita jantung mempunyai kebiasaan merokok."Iklan rokok adalah musuh bersama, karena berdampak pada kesehatan dan kematian," katanya. Karena musuh itulah, ketika ada perusahaan rokok memberikan bantuan Rp. 200 juta untuk suatu kegiatan, Meutia mengembalikannya. "Uang itu saya kembalikan," ungkapnya. Selain itu, rokok juga memiskinkan warga. Rokok bukan saja menjadi ancaman orang tua, tetapi juga anak-anak. Warga harus disadarkan, lebih baik pengeluaran untuk rokok digunakan demi memenuhi kebutuhan gizi keluarga, terutama anak balita.

Nah, mau terus merokok?
(Aguspur)

Lanjut membaca “Udud bin Ngrokok”  »»

26 March 2008

Masa Bakti CPNS INKONSISTEN





Gombong - Lanthing (26/03/08).




Beberapa Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) mengeluhkan inskonsistensi 'masa bakti' yang tercatat dalam dokumen kepegawaian CPNS. Mereka mempertanyakan kriteria 'masa bakti' yang dihargai (tercatat). Sebagian CPNS masa baktinya tertera sesuai kenyataan, namun sebagian besar yang lain tidak sesuai. Sebagian mereka merasa dirugikan karena masa bakti mereka terkurangi. Staf TU SMA Negeri 1 Gombong misalnya, Suharni, Saludin, Sumiyati, Suharti, Yono, dan Warsatun masa baktinya hanya tercatat tiga tahun, padahal mereka telah bekerja sebagai pegawai honorer lebih dari sepuluh tahun bahkan lebih. Suharni dan Suharti misalnya telah bekerja sebagai pegawai honorer masing-masing selama 15 tahun dan 18 tahun, namun hanya dihargai tiga tahun dalam dokumen CPNS.


"Sementara Pak Warih Prabowo (seorang guru dari sekolah yang sama - Red) masa baktinya tercatat 7 tahun 6 bulan, padahal baru bekerja selama 7 tahun" ujar seorang staf TU mencoba membandingkan.


"Ketika kami menerima SK CPNS, kami tidak diperkenankan mempertanyakan hal ini" ujar Suharni.



Lanjut membaca “Masa Bakti CPNS INKONSISTEN”  »»

25 March 2008

Pelatihan HAK ANAK untuk OSIS

Rapat Persiapan di Kantor Plan PU Kebumen (25/03/08)


Kebumen -Lanthing (25/03/08)
Majlis SAKOBERE bekerjasama dengan Plan PU Kebumen dan teman-teman pendamping dari Karanggayam berencana mengadakan Pelatihan Konvensi Hak Anak untuk para pengurus OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah).


Pelatihan akan dilakukan di tiga lokasi berbeda, yakni di SMPN 1 Rowokele (tanggal 5-6 April 2008)mewakili wilayah barat, di SMP Muhammadiyah 2 Kebumen (12-13 April 2008) mewakili wilayah tengah, dan di SMPN 1 Kutowinangun (12-13 April 2008) mewakili wilayah timur.

Diharapkan 40 pengurus OSIS bisa hadir pada setiap pelatihan, sehingga total 120 pengurus OSIS bisa mengikuti pelatihan Hak-Hak Anak.


Tujuan pelatihan adalah untuk mengenalkan Hak Anak, sebagaimana termaktub dalam Konvensi Hak Anak dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pola pikir dan pola tindak para pengurus OSIS sejalan dengan amanah UU 23/2002.

"Lebih jauh bisa menjadi paradigma OSIS di masa mendatang, sekaligus diharapkan diterapkan dan menjadi landasan setiap program OSIS" ujar ketua suku SAKOBERE, Agus Purwanto.


Seperti kita ketahui bahwa seringnya terjadi pelanggaran terhadap hak-hak anak, dan juga kekerasan terhadap anak di sekolah lebih disebabkan karena para pemangku kepentingan dan pemangku kewajiban belum memahami amanah Konvensi Hak Anak dan UU Perlindungan Anak, tambah Agus.



Lanjut membaca “Pelatihan HAK ANAK untuk OSIS”  »»

24 March 2008

Beratnya untuk TIDAK KORUPSI

Oleh : Arif Sarjono
Sebagai pegawai Departemen Keuangan, saya tidak gelisah dan tidak kalangkabut akibat prinsip hidup korupsi. Ketika misalnya, tim Inspektorat Jenderal datang, BPKP datang, BPK datang, teman-teman di kantor gelisah dan belingsatan, kami tenang saja. Jadi sebenarnya hidup tanpa korupsi itu menyenangkan sekali.
Hidup tidak korupsi itu sebenarnya lebih menyenangkan. Meski orang melihat kita sepertinya sengsara, tapi sebetulnya lebihmenyenangkan. Keadaan itu paling tidak yang saya rasakan langsung.
Saya Arif Sarjono, lahir di Jawa Timur tahun 1970, sampai dengan SMA di Mojokerto, kemudian kuliah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan selesai pada 1992. Pada 17 Oktober 1992 saya menikah dan kemudian saya ditugaskan di Medan. Saya ketika itu mungkin termasuk generasi pertama yang mencoba menghilangkan dan melawan arus korupsi yang sudah sangat lazim. Waktu itu pertentangan memang sangat keras. Saya punya prinsip satu saja, karena takut pada Allah, jangan sampai ada rezeki haram menjadi daging dalam diri dan keturunan. Itu saja yang selalu ada dalam hati saya.Kalau ingat prinsip itu, saya selalu menegaskan lagi untuk mengambil jarak yang jelas dan tidak menikmati sedikit pun harta yang haram.
Syukurlah, prinsip itu bisa didukung keluarga, karena isteri juga aktif dalam pengajian keislaman. Sejak awal ketika menikah, saya sampaikan kepada isteri bahwa saya pegawai negeri di Departemen Keuangan, meski imej banyak orang, pegawai Departemen Keuangan kaya, tapi sebenarnya tidak begitu. Gaji saya hanya sekian, kalau mau diajak hidup sederhana dan tanpa korupsi,ayo. Kalau tidak mau, ya sudah tidak jadi.Dari awal saya sudah berusaha menanamkan komitmen kami seperti itu.Saya juga sering ingatkan kepada isteri, bahwa kalau kita konsisten dengan jalan yang kita pilih ini, pada saat kita membutuhkan maka Allah akan selesaikan kebutuhan itu. Jadi yg penting usaha dan konsistensi kita.
Saya juga suka mengulang beberapa kejadian yg kami alami selama menjalankan prinsip hidup seperti ini kepada istri. Bahwa yg penting bagi kita adalah cukup dan berkahnya, bahwa kita bisa menjalani hidup layak. Bukan berlebih seperti memiliki rumah dan mobil mewah.Menjalani prinsip seperti ini jelas banyak ujiannya. Di mata keluarga besar misalnya, orangtua saya juga sebenarnya mengikuti logika umum bahwa orang pajak pasti kaya. Sehingga mereka biasa meminta kami membantu adik-adik dan keluarga. Tapi kami berusaha menjelaskan bahwa kondisi kami berbeda dengan imej dan anggapan orang. Proses memberi pemahaman seperti ini pada keluarga sulit dan membutuhkan waktu bertahun-tahun. Sampai akhirnya pernah mereka berkunjung ke rumah saya di Medan, saat itulah mereka baru mengetahui dan melihat bagaimana kondisi keluarga saya, barulah perlahan-lahan mereka bisa memahami.Jabatan saya sampai sekarang adalah petugas verifikasi lapangan atau pemeriksa pajak. Kalau dibandingkan teman-teman seangkatan sebenarnya karir saya bisa dikatakan terhambat antara empat sampai lima tahun. Seharusnya paling tidak sudah menjabat Kepala Seksi, Eselon IV. Tapi sekarang baru Eselon V. Apalagi dahulu di masa Orde Baru, penentangan untuk tidak menerima uang korupsi sama saja dengan karir terhambat. Karena saya dianggap tidak cocok dengan atasan, maka kondite saya di mata mereka buruk. Terutama poin ketaatannya, dianggap tidak baik dan jatuh.Banyak pelajaran yang bisa saya petik dari semua pengalaman itu. Antara lain, orang-orang yang berbuat jahat akan selalu berusaha mencari kawan apa pun caranya. Cara keras, pelan, lewat bujukan atau apa pun akan mereka lakukan agar mereka mendapat dukungan. Mereka pada dasarnya tidak ingin ada orang yang bersih. Mereka tidak ingin ada orang yang tidak seperti mereka.
Pengalaman di kantor yang paling berkesan ketika mereka menggunakan cara paling halus, pura-pura berteman dan bersahabat. Tapi belakangan, setelah sekian tahun barulah ketahuan, kita sudah dikhianati. Cara seperti ini seperti sudah direkayasa. Misalnya, pegawai-pegawai baru didekati. Mereka dikenalkan dengan gaya hidup dan cara bekerja pegawai lama, bahwa seperti inilah gaya hidup pegawai Departemen Keuangan. Bila tidak berhasil, mereka akan pakai cara lain lagi, begitu seterusnya. Pola-pola apa saja dipakai,sampai mereka bisa merangkul orang itu menjadi teman.Saya pernah punya atasan. Dari awal ketika memperkenalkan diri, diasangat simpatik di mata saya. Dia juga satu-satunya atasan yang mau bermain ke rumah bawahan. Saya dengan atasan itu kemudian menjadi seperti sahabat, bahkan seperti keluarga sendiri. Di akhir pekan, kami biasa memancing sama-sama atau jalan-jalan bersama keluarga. Dan ketika pulang, dia biasa juga menitipkan uang dalam amplop pada anak-anak saya. Saya sendiri menganggap pemberian itu hanya hadiah saja, berapalah hadiah yang diberikan kepada anak-anak. Tidak terlalau saya perhatikan. Apalagi dalam proses pertemanan itu kami sedikit saja berbicara tentang pekerjaan. Dan dia juga sering datang menjemput ke rumah, mangajak mancing atau ke toko buku sambil membawa anak-anak.
Hingga satu saat saya mendapat surat perintah pemeriksaan sebuah perusahaan besar. Dari hasil pemeriksaan itu saya menemukan penyimpangan sangat besar dan luar biasa jumlahnya. Pada waktu itu, atasan melakukan pendekatan pada saya dengan cara paling halus. Dia mengatakan, kalau semua penyimpangan ini kita ungkapkan, maka perusahaan itu bangkrut dan banyak pegawai yang di-PHK. Karena itu, dia menganggap efek pembuktian penyimpangan itu justru menyebabkan masyarakat rugi. Sementara dari sisi pandang saya, betapa tidak adilnya kalau tidak mengungkap temuan itu. Karena sebelumnya ada yang melakukan penyimpangan dan kami ungkapkan. Berarti ada pembedaan. Jadwal penagihannya pun sama seperti perusahaan lain. Karena dirasa sulit mempengaruhi sikap saya, kemudian dia memakai logika lain lagi. Apakah tidak sebaiknya kalau temuan itu diturunkan dan dirundingkan dengan klien, agar bisa membayar pajak dan negara untung, karena ada uang yang masuk negara. Logika seperti ini juga tidak bisa saya terima. Waktu itu, saya satu-satunyaanggota tim yang menolak dan memintaagar temuan itu tetap diungkap apa adanya. Meski saya juga sadar, kalau saya tidak menandatangani hasil laporan itu pun, laporan itu akan tetap sah. Tapi saya merasa teman-teman itu sangat tidak ingin semua sepakat dan sama seperti mereka. Mereka ingin semua sepakat dan sama seperti mereka. Paling tidak menerima. Ketika sudah mentok semuanya, saya dipanggil oleh atasan dan disidang di depan kepala kantor. Dan ini yang amat berkesan sampai sekarang, bahwa upaya mereka untuk menjadikan orang lain tidak bersih memang direncanakan.Di forum itu, secara terang-terangan atasan yang sudah lama bersahabat dan seperti keluarga sendiri dengan saya itu mengatakan, ? Sudahlah, Dik Arif tidak usah munafik.? Saya katakan, ?Tidak munafik bagaimana Pak? Selama ini saya insya Allah konsisten untuk tidak melakukan korupsi.?Kemudian ia sampaikan terus terang bahwa uang yang selama kurang lebih dua tahun ia berikan pada anak saya adalah uang dari klien. Ketika mendengar itu, saya sangat terpukul, apalagi merasakan sahabat itu ternyata berkhianat. Karena terus terang saya belum pernah mempunyai teman sangat dekat seperti itu, kacuali yang memang sudah sama-sama punya prinsip untuk menolak uang suap.Bukan karena saya tidak mau bergaul, tapi karena kami tahu persis bahwa mereka perlahan-lahan menggiring ke arah yang mereka mau.Ketika merasa terpukul dan tidak bisa membalas dengan kata-kata apapun, saya pulang. Saya menangis dan menceritakan masalah itu pada isteri saya di rumah. Ketika mendengar cerita saya itu, isteri langsung sujud syukur.Ia lalu mengatakan, ?Alhamdulillah. Selama ini uang itu tidak pernah saya pakai,? katanya. Ternyata di luar pengatahuan saya, alhamdulillah, amplop-amplo itu tidak digunakan sedikit pun oleh isteri saya untuk keperluan apa pun. Jadi amplop-amplop itu disimpan di sebuah tempat, meski ia sama sekali tidak tahu apa status uang itu. Amplop-amplop itu semuanya masih utuh. Termasuk tulisannya masih utuh, tidak ada yang dibuka. Jumlahnya berapa saya juga tidak tahu. Yang jelas, bukan lagi puluhan juta. Karena sudah masuk hitungan dua tahun dan diberikan hampir setiap pekan.Saya menjadi bersemangat kembali. Saya ambil semua amplop itu dan saya bawa ke kantor. Saya minta bertemu dengan kepala kantor dan kepala seksi.Dalam forum itu, saya lempar semua amplop itu di hadapan atasan saya hingga bertaburan di lantai. Saya katakan, ?Makan uang itu, satu rupiah pun saya tidak pernah gunakan uang itu. Mulai saat ini, saya tidak pernah percaya satu pun perkataan kalian.? Mereka tidak bisa bicara apa pun karena fakta obyektif, saya tidak pernah memakai uang yang mereka tuduhkan.
Tapi esok harinya, saya langsung dimutasi antar seksi. Awalnya saya diauditor, lantas saya diletakkan di arsip, meski tetap menjadi petugas lapangan pemeriksa pajak.
Itu berjalan sampai sekarang. Ketika melawan arus yang kuat, tentu saja da saat tarik-menarik dalam hati dan konflik batin. Apalagi keluarga saya hidup dalam kondisi terbatas. Tapi alhamdulillah, sampai sekarang saya tidak tergoda untuk menggunakan uang yang tidak jelas. Ada pengalaman lain yang masih saya ingat sampai sekarang. Ketika saya mengalami kondisi yang begitu mendesak. Misalnya, ketika anak kedua lahir. Saat itu persisketika saya membayar kontrak rumah dan tabungan saya habis. Sampai detik-detik terakhir harus membayar uang rumah sakit untuk membawa isteri dan bayi kami ke rumah, saya tidak punya uang serupiah pun.Saya mau bicara dengan pihak rumah sakit dan terus terang bahwa insya Allah pekan depan akan saya bayar, tapi saya tidak bisa ngomong juga. Akhirnya saya keluar sebentar ke masjid untuk sholat dhuha. Begitu pulang dari sholat dhuha, tiba-tiba saja saya ketemu teman lama di rumah sakit itu. Sebelumnya kami lama sekali tidak pernah jumpa. Dia dapat cerita dari teman bahwa isteri saya melahirkan, maka dia sempatkan datang ke rumah sakit. Wallahu a'lam apakah dia sudah diceritakan kondisi saya atau bagaimana, tetapi ketika ingin menyampaikan kondisi saya pada pihak rumah sakit,sayamalah ditunjukkan kwitansi seluruh biaya perawatan isteri yang sudah lunas. Alhamdulillah.Ada lagi peristiwa hampir sama, ketika anak saya operasi mata karena ada lipoma yang harus diangkat. Awalnya, saya pakai jasa askes. Tapi karena pelayanan pengguna Askes tampaknya apa adanya, dan saya kasihan karena anak saya baru berumur empat tahun, saya tidak pakai Askes lagi. Saya ke Rumah Sakit yang agak bagus sehingga pelayanannya juga agak bagus. Itu saya lakukan sambil tetap berfikir, nanti uangnya pinjam dari mana?Ketika anak harus pulang, saya belum juga punya uang. Dan saya paling susah sekali menyampaikan ingin pinjam uang. Alhamdulillah, ternyata Allah cukupkan kebutuhan itu pada detik terakhir. Ketika sedang membereskan pakaian di rumah sakit, tiba-tiba Allah pertemukan saya dengan seseorang yang sudah lama tidak bertemu. Ia bertanya bagaimana kabar, dan saya ceritakan anak saya sedang dioperasi. Dia katakan, ?Kenapa tidak bilang-bilang? ? Saya sampaikan karena tidak sempat saja. Setelah teman itu pulang, ketika ingin menyampaikan penundaan pembayaran, ternyata kwitansinya juga sudah dilunasi oleh teman itu. Alhamdulillah. Saya berusaha tidak terjatuh ke dalam korupsi, meski masih ada tekanan keluarga besar, di luar keluarga inti saya. Karena ada teman yang tadinya baik tidak memakan korupsi, tapi jatuh karena tekanan keluarga. Keluarganya minta bantuan, karena takut dibilang pelit, mereka terpaksa pinjam sana sini. Ketika harus bayar, akhirnya mereka terjerat korupsi juga. Karena banyak yang seperti itu, dan saya tidak mau terjebak begitu, saya berusaha dari awal tidak demikian. Saya berusaha cari usaha lain, dengan mengajar dan sebagainya. Isteri saya juga bekerja sebagai guru. Di lingkungan kerja, pendekatan yang saya lakukan biasanya lebih banyak dengan bercanda. Sedangkan pendekatan serius, sebenarnya mereka sudah puas dengan pendekatan itu, tapi tidak berubah. Dengan pendekatan bercanda, misalnya ketika datang tim pemeriksa dari BPK, BPKP, atau Irjen. Mereka gelisah sana-sini kumpulkan uang untuk menyuap pemeriksa. Jadi mereka dapat suap lalu menyuap lagi. Seperti rantai makanan. Siapa memakan siapa. Uang yang mereka kumpulkan juga habis untuk dipakai menyuap lagi. Mereka selalu takut ini takut itu. Paling sering saya hanya mengatakan dengan bercanda, ? Uang setan ya dimakan hantu.? Dari percakapan seperti itu ada juga yang mulai berubah, kemudian berdialog dan akhirnya berhenti sama sekali. Harta mereka jual dan diberikan kepada masyarakat. Tapi yang seperti itu tidak banyak.
Sedikit sekali orang yang bisa merubah gaya hidup yang semula mewah lalu tiba-tiba miskin. Itu sulit sekali. Ada juga diantara teman-teman yang beranggapan, dirinya tidak pernah memeras dan tidak memakan uang korupsi secara langsung. Tapi hanya menerima uang dari atasan. Mereka beralasan toh tidak meminta dan atasan itu hanya memberi. Mereka mengatakan tidak perlu bertanya uang itu dari mana. Padahal sebenarnya, dari ukuran gaji kami tahu persis bahwa atasan kami tidak akan pernah bisa memberikan uang sebesar itu. Atasan yang memberikan itu berlapis-lapis. Kalau atasan langsung biasanya memberi uang hari Jum'at atau akhir pekan. Istilahnya kurang lebih uang Jum'atan. Atasan yang berikutnya lagi pada momen berikutnya memberi juga.Kalau atasan yang lebih tinggi lagi biasanya memberi menjelang lebaran dan sebagainya. Kalau dihitung-hitung sebenarnya lebih besar uang dari atasan dibanding gaji bulanan. Orang-orang yang menerima uang seperti ini yang sulit berubah. Mereka termasuk rajin sholat, puasa sunnah dan membaca Al-Qur'an. Tetapi mereka sulit berubah. Ternyata hidup dengan korupsi memang membuat sengsara. Di antara teman-teman yang korupsi, ada juga yang akhirnya dipecat, ada yang melarikan diri karena dikejar-kejar polisi, ada yang isterinya selingkuh dan lain-lain. Meski secara ekonomi mereka sangat mapan, bukan hanya sekadar mapan. Yang sangat dramatis, saya ingat teman sebangku saya saat kuliah di STAN. Awalnya dia sama-sama ikut kajian keislaman di kampus. Tapi ketika keluarganya mulai sering minta bantuan, adiknya kuliah, pengobatan keluarga dan lainnya, dia tidak bisa berterus terang tidak punya uang. Akhirnya ia mencoba hutang sana-sini. Dia pun terjebak dan merasa sudah terlanjur jatuh, akhirnya dia betul-betul sama dengan teman-teman di kantor. Bahkan sampai sholat ditinggalkan. Terakhir, dia ditangkap polisi ketika sedang mengkonsumsi narkoba. Isterinya pun selingkuh. Teman itu sekarang dipecat dan dipenjara. Saya berharap akan makin banyak orang yang melakukan jihad untuk hidup yang bersih. Kita harus bisa menjadi pelopor dan teladan di mana saja. Kiatnya hanya satu, terus menerus menumbuhkan rasa takut menggunakan dan memakan uang haram. Jangan sampai daging kita ini tumbuh dari hasil rejeki yang haram.
Saya berharap, mudah-mudahan Allah tetap memberikan pada kami keistiqomahan.
Amin.

Lanjut membaca “Beratnya untuk TIDAK KORUPSI”  »»

Sosialisasi AKTA oleh dan untuk ANAK



Setelah melaksanakan program TOT di Beteng Van der Wijk minggu lalu, anggota KOMPAK (Komunitas Peduli Anak Kebumen), melakukan Sosialisasi Akta Kelahiran untuk teman-temannya. Kegiatan Sosialisasi Akta Kelahiran oleh dan untuk anak ini diselenggarakan di tiga tempat berbeda, yakni di SMPN 4 Gombong, SMPN 3 Kebumen (Minggu, 16 Maret 2008), dan di SMPN 1 Kutowinangun (Senin, 17 Maret 2008).

Ternyata kemampuan presentasi anggota KOMPAK patut diacungi jempol. Dilaporkan oleh para pendamping (dari Majlis SAKOBERE) bahwa suasana sosialisasi sangat hidup, semua peserta terlibat aktif.

Para peserta pada umumnya sangat antusias, dan berharap ada acara-acara serupa sering diadakan. Beberapa peserta juga menyatakan, selain akan mensosialisasikan Akta Kelahiran, juga hak-hak anak yang lain.

Lanjut membaca “Sosialisasi AKTA oleh dan untuk ANAK”  »»

10 March 2008

Pelatihan UBR KOMPAK


Selama hampir tiga hari, jumat hingga ahad, 7 - 9 Maret 2008, anak-anak yang tergabung dalam Komunitas Peduli Anak Kebumen (KOMPAK) mengikuti pelatihan UBR (Universal Birth Registration). Seperti diketahui, salah satu hak dasar anak adalah hak atas identitas yang diwujudkan dalam Akta Kelahiran.
Workshop yang diselenggarakan di Benteng Van der Wijk Gombong ini diikuti oleh tigapuluh anak, yang terdiri atas 50 persen pengurus KOMPAK dan sisanya adalah anak-anak dari berbagai wilayah di kabupaten Kebumen.
Pelatihan yang difasilitasi oleh Majlis SAKOBERE dan Plan PU Kebumen, menampilkan narasumber Ibu Naning Nurahmi, MM dari Kantor Catatan Sipil dan Registrasi Penduduk Kab. Kebumen, juga Drs. Adman, guru SMPN 1 Sempor yang telah berpengalaman membantu dan memfasilitasi sekitar 800 murid-muridnya mengurus akta kelahiran.
Pelatihan ini merupakan rangkaian kegiatan UBR kerja bareng Majlis SAKOBERE dengan Plan PU Kebumen dalam rangka Pengarusutamaan Hak Anak dalam kerangka Pencatatan Kelahiran.
Program ini seolah bersinergi dengan surat Wakil Bupati Kebumen, K.H. Nashirudin Al Mansur yang 'memerintahkan' para Kepala UPT Dinas P dan K, Kepala SMP/MTS, dan Kepala SMA/MA/SMK, untuk mendata murid-muridnya yang belum memiliki akta kelahiran, dan memfasilitasi pengurusan akta kelahiran bagi murid yang belum memilikinya. Pelatihan menghasilkan rencana tindak lanjut (RTL) berupa kegiatan sosialisasi dan advokasi oleh anak untuk anak di beberapa sekolah yang akan diselenggarakan pada minggu berikutnya.

Lanjut membaca “Pelatihan UBR KOMPAK”  »»

03 March 2008

Workshop Akta Kelahiran untuk Guru


Bekerjasama dengan Plan PU Kebumen, Maljis SAKOBERE menyelenggarakan Pelatihan Pemenuhan Hak Anak dalam Kerangka Pencatatan Kelahiran (untuk para guru). Pelatihan dimaksudkan menggugah para guru (baca : sekolah) untuk bisa memfasilitasi murid-muridnya (yang belum memiliki akta kelahiran) dalam mengurus akta kelahiran.

Pelatihan UBR ini difasilitasi langsung oleh ketua suku Majlis SAKOBERE, menampilkan narasumber Kepala Kantor Catatan Sipil dan Registrasi Penduduk, Bp. Tri Waluyo, S.Sos dan Kasi Pencatatan Kelahiran, Bp. Rumadi.

Perlu diketahui Majlis SAKOBERE, Plan PU Kebumen, dan Kantor Catatan Sipil dan registrasi Penduduk, telah menandatangani kesepehaman (MoU, Memorandum of Understanding) guna mensukseskan program pemerintah agar ‘Semua Anak Tercatat Kelahirannya Tahun 2011’

Tapi semoga Kebumen bisa tuntas tahun 2008 ini” tekad Pak Tri.

Peserta yang nampak antusias menyampaikan berbagai persoalan pelik seputar Akta kelahiran.

Saya punya murid tidak jelas Bapaknya, Ibunya bekerja sebagai TKW dan ketika pulang membawa pula janin dalam kandungan. Apa anak ini bisa diberikan Aktanya?” Tanya seorang peserta.

Pada prinsipnya, semua anak bisa dicatat kelahirannya dan memperoleh Akta Kelahiran” jawab Pak Rumadi.

Pelatihan dilakukan berurutan, wilayah Kebumen Barat di SMPN 4 Gombong (tgl. 12-13 Pebr 08, Kebumen Timur di SMPN1 Kutowinangun (26-27 Pebr.08), dan Kebumen Tengah di SMPN 1 Kebumen akan dilaksanakan tgl 3-4 Maret 08.

Lanjut membaca “Workshop Akta Kelahiran untuk Guru”  »»

Workshop Strategi Komunikasi

Selama hampir seminggu, 19 – 22 Pebruari 2008, ketua suku Majlis Sakobere, Agus Purwanto, mengikuti Mainstreaming Children’s Right and Participation Workshop and Training for Formulating Communication Strategy, di hotel Ibis Slipi Jakarta.

Bareng mengikuti workshop dari Kebumen adalah para crew Plan Kebumen : Pak SB Wartono (PUM Plan Kebumen), Pak Supriyono (BRC Plan Kebumen) dan Pak Suranto (CTA Plan Kebumen).

Workshop difasilitasi oleh Pak Luthfi mantan Pimred Jawa Pos, dan Bu Sinta (seorang jurnalis Reader Digest), sementara dari Plan adalah Pak Nanang (Country Officer Plan Jakarta).

Sesuai judulnya workshop membahas strategi komunikasi dalam rangka pengarusutamaan hak anak. Peserta workshop yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia ini, sempat pula melakukan kunjungan ke daerah ‘slum’ yaitu di hunian liar Bongkaran, Kelurahan Kebon Melati Tanah Abang Jakarta untuk melakukan studi tentang kondisi anak disitu.

Output workshop diharapkan peserta memahami lekuk liku dunia media dan memiliki grand design dan strategi komunikasi, khususnya yang berkaitan dengan media massa.

Lanjut membaca “Workshop Strategi Komunikasi”  »»
 
©  free template by Blogspot tutorial